Model-Model Pembelajaran
Metode debat merupakan salah satu metode
pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa.
Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Siswa dibagi ke
dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat orang. Di
dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang
lainnya dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang
ditugaskan. Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro
dan kontra diberikan kepada guru.
Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa
tentang penguasaan materi yang meliputi ke
dua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa
efektif siswa terlibat dalam prosedur debat.
Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan pembelajaran kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas. Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.
Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan
bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa.
Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya
sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan
lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan.
Kelebihan metode Role Playing:
Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi
mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.
Metode
pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan
pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu
masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan
sendiri atau secara bersama-sama.
Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
Adapun
keunggulan metode problem solving sebagai berikut:
Kelemahan
metode problem solving sebagai berikut:
Problem
Based Instruction (PBI) memusatkan pada masalah kehidupannya yang bermakna
bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan
memfasilitasi penyelidikan dan dialog.
Langkah-langkah:
Kelebihan:
Kekurangan:
Skrip
kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara
lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.
Langkah-langkah:
Kelebihan:
Kekurangan:
Picture
and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan
dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai. 2. Menyajikan materi sebagai pengantar. 3. Guru menunjukkan / memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi. 4. Guru menunjuk / memanggil siswa secara bergantian memasang / mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis. 5. Guru menanyakan alas an / dasar pemikiran urutan gambar tersebut. 6. Dari alasan / urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep / materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai. 7. Kesimpulan / rangkuman.
Kebaikan:
1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa. 2. Melatih berpikir logis dan sistematis.
Kekurangan:Memakan
banyak waktu. Banyak siswa yang pasif.
Numbered
Heads Together adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor
kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari
siswa.
Langkah-langkah:
Kelebihan:
Kelemahan:
Metode
investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks dan
paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini
melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara
untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini menuntut para siswa
untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam
ketrampilan proses kelompok (group process skills). Para guru yang
menggunakan metode investigasi kelompok umumnya membagi kelas menjadi
beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik
yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan
berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa
memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap
berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan
suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Adapun deskripsi mengenai
langkah-langkah metode investigasi kelompok dapat dikemukakan sebagai
berikut:
a. Seleksi topik
Parasiswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.
b. Merencanakan kerjasama
Parasiswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a) di atas.
c. Implementasi
Parasiswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan ketrampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
d. Analisis dan sintesis
Parasiswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
e. Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.
f. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.
Pada
dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi
komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok
belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap
anggota bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang
ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang
bertanggungjawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang
terdiri dari yang terdiri dari dua atau tiga orang.
Siswa-siswa
ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: a) belajar
dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; b) merencanakan bagaimana
mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu
siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing-masing sebagai “ahli” dalam
subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada
temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh
siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh
materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam
kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan.
Pembelajaran
kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran
kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa
harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan
mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar. Ada5 komponen utama dalam komponen utama dalam TGT yaitu:
1. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
2. Kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
3. Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
4. Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.
5. Team recognize (penghargaan kelompok)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40
Siswa
dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggota
lain sampai mengerti.
Langkah-langkah:
Kelebihan:
1. Seluruh siswa menjadi lebih siap. 2. Melatih kerjasama dengan baik.
Kekurangan:
1. Anggota kelompok semua mengalami kesulitan. 2. Membedakan siswa.
Examples
Non Examples adalah metode belajar yang menggunakan contoh-contoh.
Contoh-contoh dapat dari kasus / gambar yang relevan dengan KD.
Langkah-langkah:
Kebaikan:
1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar. 2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar. 3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
Kekurangan:
1. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar. 2. Memakan waktu yang lama.
Lesson
Study adalah suatu metode yang dikembankan di Jepang yang dalam bahasa
Jepangnyadisebut Jugyokenkyuu. Istilah lesson study sendiri diciptakan oleh
Makoto Yoshida.
Lesson Study merupakan suatu proses dalam mengembangkan profesionalitas guru-guru di Jepang dengan jalan menyelidiki/ menguji praktik mengajar mereka agar menjadi lebih efektif. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Sejumlah guru bekerjasama dalam
suatu kelompok. Kerjasama ini meliputi:
a. Perencanaan.
b. Praktek mengajar.
c. Observasi.
d. Refleksi/ kritikan terhadap pembelajaran.
2. Salah satu guru dalam kelompok
tersebut melakukan tahap perencanaan yaitu membuat rencana pembelajaran yang
matang dilengkapi dengan dasar-dasar teori yang menunjang.
3. Guru yang telah membuat rencana
pembelajaran pada (2) kemudian mengajar di kelas sesungguhnya. Berarti tahap
praktek mengajar terlaksana.
4. Guru-guru lain dalam kelompok
tersebut mengamati proses pembelajaran sambil mencocokkan rencana
pembelajaran yang telah dibuat. Berarti tahap observasi terlalui.
5. Semua guru dalam kelompok
termasuk guru yang telah mengajar kemudian bersama-sama mendiskusikan
pengamatan mereka terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Tahap ini
merupakan tahap refleksi. Dalam tahap ini juga didiskusikan langkah-langkah
perbaikan untuk pembelajaran berikutnya.
6. Hasil pada (5) selanjutnya
diimplementasikan pada kelas/ pembelajaran berikutnya dan seterusnya kembali
ke (2).
Adapun kelebihan metode lesson study sebagai
berikut:
- Dapat diterapkan di setiap
bidang mulai seni, bahasa, sampai matematika dan olahraga dan pada setiap
tingkatan kelas.
- Dapat dilaksanakan antar/ lintas
sekolah.
Abstrak.
Model pembelajaran ARIAS dikembangkan sebagai salah satu alternatif yang
dapat digunakan oleh guru sebagai dasar melaksanakan kegiatan pembelajaran
dengan baik. Model pembelajaran ARIAS berisi lima komponen yang merupakan
satu kesatuan yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran yaitu assurance,
relevance, interest, assessment, dan satisfaction yang dikembangkan
berdasarkan teori-teori belajar.
Model ini
sudah dicobakan di dua sekolah yang berbeda yaitu salah satu SD negeri di
Kota Palembang (percobaan pertama) dan satu SD negeri di Sekayu, Kabupaten
Musi Banyu Asin (percobaan kedua). Hasil percobaan di lapangan menunjukkan
bahwa model pembelajaran ARIAS memberi pengaruh yang positif terhadap
motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil percobaan
tersebut model pembelajaran ARIAS dapat digunakan oleh para guru sebagai
dasar melaksanakan kegiatan pembelajaran dalam usaha meningkatkan motivasi
berprestasi dan hasil belajar siswa.
Kata
kunci: motivasi berprestasi, hasil belajar siswa, ARIAS, kegiatan
pembelajaran
1. Pendahuluan
Salah satu
masalah dalam pembelajaran di sekolah adalah rendahnya hasil belajar siswa.
Suatu tes terhadap sejumlah siswa SD dari berbagai kabupaten dan propinsi
menunjukkan hasil belajar siswa sangat rendah (Lastri 1993:12). Nilai Ebtanas
siswa SD dalam kurun waktu lima tahun terakhir (1993/1994 sampai dengan
1997/1998) menunjukkan hasil belajar yang kurang menggembirakan (Depdikbud,
1998).
Hasil belajar
dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor dari dalam (internal) maupun
faktor dari luar (eksternal). Menurut Suryabrata (1982: 27) yang termasuk
faktor internal adalah faktor fisiologis dan psikologis (misalnya kecerdasan
motivasi berprestasi dan kemampuan kognitif), sedangkan yang termasuk faktor
eksternal adalah faktor lingkungan dan instrumental (misalnya guru,
kurikulum, dan model pembelajaran). Bloom (1982: 11) mengemukakan tiga faktor
utama yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu kemampuan kognitif, motivasi
berprestasi dan kualitas pembelajaran. Kualitas pembelajaran adalah kualitas
kegiatan pembelajaran yang dilakukan dan ini menyangkut model pembelajaran
yang digunakan.
Sering
ditemukan di lapangan bahwa guru menguasai materi suatu subjek dengan baik
tetapi tidak dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik. Hal itu
terjadi karena kegiatan tersebut tidak didasarkan pada model pembelajaran
tertentu sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa rendah. Timbul
pertanyaan apakah mungkin dikembangkan suatu model pembelajaran yang
sederhana, sistematik, bermakna dan dapat digunakan oleh para guru sebagai
dasar untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik sehingga dapat
membantu meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil belajar. Berkenaan
dengan hal itu, maka dengan memperhatikan berbagai konsep dan teori belajar
dikembangkanlah suatu model pembelajaran yang disebut dengan model
pembelajaran ARIAS. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh model pembelajaran
ARIAS terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa, telah dicobakan
pada sejumlah siswa di dua sekolah yang berbeda. Hasil percobaan di lapangan
menunjukkan bahwa model pembelajaran ARIAS memberi pengaruh yang positif
terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, model
pembelajaran ARIAS ini dapat digunakan oleh para guru sebagai dasar
melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik, dan sebagai suatu alternatif
dalam usaha meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa. Tujuan
percobaan lapangan ini untuk mengetahui apakah ada pengaruh model
pembelajaran ARIAS terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar.
2. Kajian Teori dan Pembahasan
2.1 Model Pembelajaran ARIAS
Model
pembelajaran ARIAS merupakan modifikasi dari model ARCS. Model ARCS (Attention,
Relevance, Confidence, Satisfaction), dikembangkan oleh Keller dan Kopp
(1987: 2-9) sebagai jawaban pertanyaan bagaimana merancang pembelajaran yang
dapat mempengaruhi motivasi berprestasi dan hasil belajar. Model pembelajaran
ini dikembangkan berdasarkan teori nilai harapan (expectancy value theory)
yang mengandung dua komponen yaitu nilai (value) dari tujuan yang akan
dicapai dan harapan (expectancy) agar berhasil mencapai tujuan itu. Dari dua
komponen tersebut oleh Keller dikembangkan menjadi empat komponen. Keempat
komponen model pembelajaran itu adalah attention, relevance, confidence dan
satisfaction dengan akronim ARCS (Keller dan Kopp, 1987: 289-319).
Model
pembelajaran ini menarik karena dikembangkan atas dasar teori-teori belajar
dan pengalaman nyata para instruktur (Bohlin, 1987: 11-14). Namun demikian,
pada model pembelajaran ini tidak ada evaluasi (assessment), padahal evaluasi
merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan pembelajaran.
Evaluasi yang dilaksanakan tidak hanya pada akhir kegiatan pembelajaran
tetapi perlu dilaksanakan selama proses kegiatan berlangsung. Evaluasi
dilaksanakan untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang dicapai atau
hasil belajar yang diperoleh siswa (DeCecco, 1968: 610). Evaluasi yang dilaksanakan
selama proses pembelajaran menurut Saunders et al. seperti yang dikutip Beard
dan Senior (1980: 72) dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Mengingat
pentingnya evaluasi, maka model pembelajaran ini dimodifikasi dengan
menambahkan komponen evaluasi pada model pembelajaran tersebut.
Dengan
modifikasi tersebut, model pembelajaran yang digunakan mengandung lima
komponen yaitu: attention (minat/perhatian); relevance (relevansi);
confidence (percaya/yakin); satisfaction (kepuasan/bangga), dan assessment
(evaluasi). Modifikasi juga dilakukan dengan penggantian nama confidence
menjadi assurance, dan attention menjadi interest. Penggantian nama
confidence (percaya diri) menjadi assurance, karena kata assurance sinonim
dengan kata self-confidence (Morris, 1981: 80). Dalam kegiatan pembelajaran
guru tidak hanya percaya bahwa siswa akan mampu dan berhasil, melainkan juga
sangat penting menanamkan rasa percaya diri siswa bahwa mereka merasa mampu
dan dapat berhasil. Demikian juga penggantian kata attention menjadi
interest, karena pada kata interest (minat) sudah terkandung pengertian
attention (perhatian). Dengan kata interest tidak hanya sekedar menarik
minat/perhatian siswa pada awal kegiatan melainkan tetap memelihara
minat/perhatian tersebut selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Untuk
memperoleh akronim yang lebih baik dan lebih bermakna maka urutannya pun
dimodifikasi menjadi assurance, relevance, interest, assessment dan
satisfaction. Makna dari modifikasi ini adalah usaha pertama dalam kegiatan
pembelajaran untuk menanamkan rasa yakin/percaya pada siswa. Kegiatan
pembelajaran ada relevansinya dengan kehidupan siswa, berusaha menarik dan
memelihara minat/perhatian siswa. Kemudian diadakan evaluasi dan menumbuhkan
rasa bangga pada siswa dengan memberikan penguatan (reinforcement). Dengan
mengambil huruf awal dari masing-masing komponen menghasilkan kata ARIAS
sebagai akronim. Oleh karena itu, model pembelajaran yang sudah dimodifikasi
ini disebut model pembelajaran ARIAS.
2.2 Komponen Model Pembelajaran ARIAS
Seperti
yang telah dikemukakan model pembelajaran ARIAS terdiri dari lima komponen
(assurance, relevance, interest, assessment, dan satisfaction) yang disusun
berdasarkan teori belajar. Kelima komponen tersebut merupakan satu kesatuan
yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Deskripsi singkat masing-masing
komponen dan beberapa contoh yang dapat dilakukan untuk membangkitkan dan
meningkatkannya kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.
Komponen
pertama model pembelajaran ARIAS adalah assurance (percaya diri), yaitu
berhubungan dengan sikap percaya, yakin akan berhasil atau yang berhubungan
dengan harapan untuk berhasil (Keller, 1987: 2-9). Menurut Bandura seperti
dikutip oleh Gagne dan Driscoll (1988: 70) seseorang yang memiliki sikap percaya
diri tinggi cenderung akan berhasil bagaimana pun kemampuan yang ia miliki.
Sikap di mana seseorang merasa yakin, percaya dapat berhasil mencapai sesuatu
akan mempengaruhi mereka bertingkah laku untuk mencapai keberhasilan
tersebut. Sikap ini mempengaruhi kinerja aktual seseorang, sehingga perbedaan
dalam sikap ini menimbulkan perbedaan dalam kinerja. Sikap percaya, yakin
atau harapan akan berhasil mendorong individu bertingkah laku untuk mencapai
suatu keberhasilan (Petri, 1986: 218). Siswa yang memiliki sikap percaya diri
memiliki penilaian positif tentang dirinya cenderung menampilkan prestasi
yang baik secara terus menerus (Prayitno, 1989: 42). Sikap percaya diri,
yakin akan berhasil ini perlu ditanamkan kepada siswa untuk mendorong mereka
agar berusaha dengan maksimal guna mencapai keberhasilan yang optimal. Dengan
sikap yakin, penuh percaya diri dan merasa mampu dapat melakukan sesuatu
dengan berhasil, siswa terdorong untuk melakukan sesuatu kegiatan dengan
sebaik-baiknya sehingga dapat mencapai hasil yang lebih baik dari sebelumnya
atau dapat melebihi orang lain. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk
mempengaruhi sikap percaya diri adalah:
- Membantu
siswa menyadari kekuatan dan kelemahan diri serta menanamkan pada siswa
gambaran diri positif terhadap diri sendiri. Menghadirkan seseorang yang
terkenal dalam suatu bidang sebagai pembicara, memperlihatkan video tapes
atau potret seseorang yang telah berhasil (sebagai model), misalnya merupakan
salah satu cara menanamkan gambaran positif terhadap diri sendiri dan kepada
siswa. Menurut Martin dan Briggs (1986: 427-433) penggunaan model seseorang
yang berhasil dapat mengubah sikap dan tingkah laku individu mendapat
dukungan luas dari para ahli. Menggunakan seseorang sebagai model untuk
menanamkan sikap percaya diri menurut Bandura seperti dikutip Gagne dan
Briggs (1979: 88) sudah dilakukan secara luas di sekolah-sekolah.
-
Menggunakan suatu patokan, standar yang memungkinkan siswa dapat mencapai
keberhasilan (misalnya dengan mengatakan bahwa kamu tentu dapat menjawab
pertanyaan di bawah ini tanpa melihat buku).
- Memberi
tugas yang sukar tetapi cukup realistis untuk diselesaikan/sesuai dengan
kemampuan siswa (misalnya memberi tugas kepada siswa dimulai dari yang mudah
berangsur sampai ke tugas yang sukar). Menyajikan materi secara bertahap
sesuai dengan urutan dan tingkat kesukarannya menurut Keller dan Dodge
seperti dikutip Reigeluth dan Curtis dalam Gagne (1987: 175-202) merupakan
salah satu usaha menanamkan rasa percaya diri pada siswa.
- Memberi
kesempatan kepada siswa secara bertahap mandiri dalam belajar dan melatih
suatu keterampilan.
Komponen
kedua model pembelajaran ARIAS, relevance, yaitu berhubungan dengan kehidupan
siswa baik berupa pengalaman sekarang atau yang telah dimiliki maupun yang
berhubungan dengan kebutuhan karir sekarang atau yang akan datang (Keller,
1987: 2-9). Siswa merasa kegiatan pembelajaran yang mereka ikuti memiliki
nilai, bermanfaat dan berguna bagi kehidupan mereka. Siswa akan terdorong
mempelajari sesuatu kalau apa yang akan dipelajari ada relevansinya dengan
kehidupan mereka, dan memiliki tujuan yang jelas. Sesuatu yang memiliki arah
tujuan, dan sasaran yang jelas serta ada manfaat dan relevan dengan kehidupan
akan mendorong individu untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan tujuan yang
jelas mereka akan mengetahui kemampuan apa yang akan dimiliki dan pengalaman
apa yang akan didapat. Mereka juga akan mengetahui kesenjangan antara
kemampuan yang telah dimiliki dengan kemampuan baru itu sehingga kesenjangan
tadi dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali (Gagne dan Driscoll,
1988: 140).
Dalam
kegiatan pembelajaran, para guru perlu memperhatikan unsur relevansi ini.
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan relevansi dalam
pembelajaran adalah:
-
Mengemukakan tujuan sasaran yang akan dicapai. Tujuan yang jelas akan
memberikan harapan yang jelas (konkrit) pada siswa dan mendorong mereka untuk
mencapai tujuan tersebut (DeCecco,1968: 162). Hal ini akan mempengaruhi hasil
belajar mereka.
-
Mengemukakan manfaat pelajaran bagi kehidupan siswa baik untuk masa sekarang
dan/atau untuk berbagai aktivitas di masa mendatang.
-
Menggunakan bahasa yang jelas atau contoh-contoh yang ada hubungannya dengan
pengalaman nyata atau nilai- nilai yang dimiliki siswa. Bahasa yang jelas
yaitu bahasa yang dimengerti oleh siswa. Pengalaman nyata atau pengalaman
yang langsung dialami siswa dapat menjembataninya ke hal-hal baru. Pengalaman
selain memberi keasyikan bagi siswa, juga diperlukan secara esensial sebagai
jembatan mengarah kepada titik tolak yang sama dalam melibatkan siswa secara
mental, emosional, sosial dan fisik, sekaligus merupakan usaha melihat
lingkup permasalahan yang sedang dibicarakan (Semiawan, 1991). (4)
Menggunakan berbagai alternatif strategi dan media pembelajaran yang cocok
untuk pencapaian tujuan. Dengan demikian dimungkinkan menggunakan
bermacam-macam strategi dan/atau media pembelajaran pada setiap kegiatan
pembelajaran.
Komponen
ketiga model pembelajaran ARIAS, interest, adalah yang berhubungan dengan
minat/perhatian siswa. Menurut Woodruff seperti dikutip oleh Callahan (1966:
23) bahwa sesungguhnya belajar tidak terjadi tanpa ada minat/perhatian.
Keller seperti dikutip Reigeluth (1987: 383-430) menyatakan bahwa dalam
kegiatan pembelajaran minat/perhatian tidak hanya harus dibangkitkan
melainkan juga harus dipelihara selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
Oleh karena itu, guru harus memperhatikan berbagai bentuk dan memfokuskan
pada minat/perhatian dalam kegiatan pembelajaran. Herndon (1987:11-14)
menunjukkan bahwa adanya minat/perhatian siswa terhadap tugas yang diberikan
dapat mendorong siswa melanjutkan tugasnya. Siswa akan kembali mengerjakan
sesuatu yang menarik sesuai dengan minat/perhatian mereka. Membangkitkan dan
memelihara minat/perhatian merupakan usaha menumbuhkan keingintahuan siswa
yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran.
Minat/perhatian
merupakan alat yang sangat berguna dalam usaha mempengaruhi hasil belajar
siswa. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk membangkitkan dan menjaga
minat/perhatian siswa antara lain adalah:
-
Menggunakan cerita, analogi, sesuatu yang baru, menampilkan sesuatu yang
lain/aneh yang berbeda dari biasa dalam pembelajaran.
- Memberi
kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran,
misalnya para siswa diajak diskusi untuk memilih topik yang akan dibicarakan,
mengajukan pertanyaan atau mengemukakan masalah yang perlu dipecahkan.
-
Mengadakan variasi dalam kegiatan pembelajaran misalnya menurut Lesser
seperti dikutip Gagne dan Driscoll (1988: 69) variasi dari serius ke humor,
dari cepat ke lambat, dari suara keras ke suara yang sedang, dan mengubah
gaya mengajar.
-
Mengadakan komunikasi nonverbal dalam kegiatan pembelajaran seperti
demonstrasi dan simulasi yang menurut Gagne dan Briggs (1979: 157) dapat
dilakukan untuk menarik minat/perhatian siswa.
Komponen
keempat model pembelajaran ARIAS adalah assessment, yaitu yang berhubungan
dengan evaluasi terhadap siswa. Evaluasi merupakan suatu bagian pokok dalam
pembelajaran yang memberikan keuntungan bagi guru dan murid (Lefrancois,
1982: 336). Bagi guru menurut Deale seperti dikutip Lefrancois (1982: 336)
evaluasi merupakan alat untuk mengetahui apakah yang telah diajarkan sudah
dipahami oleh siswa; untuk memonitor kemajuan siswa sebagai individu maupun
sebagai kelompok; untuk merekam apa yang telah siswa capai, dan untuk
membantu siswa dalam belajar. Bagi siswa, evaluasi merupakan umpan balik
tentang kelebihan dan kelemahan yang dimiliki, dapat mendorong belajar lebih
baik dan meningkatkan motivasi berprestasi (Hopkins dan Antes, 1990:31).
Evaluasi terhadap siswa dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana
kemajuan yang telah mereka capai. Apakah siswa telah memiliki kemampuan
seperti yang dinyatakan dalam tujuan pembelajaran (Gagne dan Briggs, 1979:157).
Evaluasi tidak hanya dilakukan oleh guru tetapi juga oleh siswa untuk
mengevaluasi diri mereka sendiri (self assessment) atau evaluasi diri.
Evaluasi diri dilakukan oleh siswa terhadap diri mereka sendiri, maupun
terhadap teman mereka. Hal ini akan mendorong siswa untuk berusaha lebih baik
lagi dari sebelumnya agar mencapai hasil yang maksimal. Mereka akan merasa
malu kalau kelemahan dan kekurangan yang dimiliki diketahui oleh teman mereka
sendiri. Evaluasi terhadap diri sendiri merupakan evaluasi yang mendukung
proses belajar mengajar serta membantu siswa meningkatkan keberhasilannya
(Soekamto, 1994). Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Martin dan Briggs
seperti dikutip Bohlin (1987: 11-14) bahwa evaluasi diri secara luas sangat
membantu dalam pengembangan belajar atas inisiatif sendiri. Dengan demikian,
evaluasi diri dapat mendorong siswa untuk meningkatkan apa yang ingin mereka
capai. Ini juga sesuai dengan apa yang dikemukakan Morton dan Macbeth seperti
dikutip Beard dan Senior (1980: 76) bahwa evaluasi diri dapat mempengaruhi
hasil belajar siswa. Oleh karena itu, untuk mempengaruhi hasil belajar siswa
evaluasi perlu dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran. Beberapa cara yang
dapat digunakan untuk melaksanakan evaluasi antara lain adalah:
Komponen
kelima model pembelajaran ARIAS adalah satisfaction yaitu yang berhubungan
dengan rasa bangga, puas atas hasil yang dicapai. Dalam teori belajar
satisfaction adalah reinforcement (penguatan). Siswa yang telah berhasil
mengerjakan atau mencapai sesuatu merasa bangga/puas atas keberhasilan
tersebut. Keberhasilan dan kebanggaan itu menjadi penguat bagi siswa tersebut
untuk mencapai keberhasilan berikutnya (Gagne dan Driscoll, 1988: 70). Reinforcement
atau penguatan yang dapat memberikan rasa bangga dan puas pada siswa adalah
penting dan perlu dalam kegiatan pembelajaran (Hilgard dan Bower, 1975:561).
Menurut Keller berdasarkan teori kebanggaan, rasa puas dapat timbul dari
dalam diri individu sendiri yang disebut kebanggaan intrinsik di mana
individu merasa puas dan bangga telah berhasil mengerjakan, mencapai atau
mendapat sesuatu. Kebanggaan dan rasa puas ini juga dapat timbul karena
pengaruh dari luar individu, yaitu dari orang lain atau lingkungan yang
disebut kebanggaan ekstrinsik (Keller dan Kopp, 1987: 2-9). Seseorang merasa
bangga dan puas karena apa yang dikerjakan dan dihasilkan mendapat
penghargaan baik bersifat verbal maupun nonverbal dari orang lain atau
lingkungan. Memberikan penghargaan (reward) menurut Thorndike seperti dikutip
oleh Gagne dan Briggs (1979:
|
Senin, 17 Oktober 2011
Model-Model Pembelajaran dengan berbagai metode
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar