BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin maju
dewasa ini, perkembangan teknologi pendidikan sangat pesat. Berbagai perangkat
pendidikan yang modern turut mendukung proses belajar mengajar, baik di sekolah
maupun di rumah sebagai awal pendidikan anak sejak dini. Anak sebagai subjek
pendidikan di sekolah maupun di rumah diarahkan menjadi manusia yang berilmu
pengetahuan dan menguasai teknologi. Untuk itulah anak dibekali dengan berbagai
disiplin ilmu untuk melengkapi kecakapan hidupnya.
Dalam pelaksanaan kurikulum sekarang
ini, salah satu pembelajaran yang sering digunakan dalam pembelajaran di
sekolah adalah pembelajaran langsung yang hanya berorientasi pada penguasaan
materi dan cenderung terpusat pada guru, dimana siswa diibaratkan sebagai
botol-botol kosong yang akan diisi beragam informasi. Pengetahuan dianggap
sebagai seperangkat fakta-fakta yang harus dihapal, dan ditransfer kebenak siswa.
Pembelajaran langsung ini terbukti telah berhasil dalam kompetisi jangka
pendek, dan gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan
jangka panjang. Sehingga pada umumnya anak dalam proses belajar mengajar tidak
mampu mengingat materi yang telah diajarkan oleh guru atau yang telah
dipelajarinya dalam waktu yang cukup lama. Hal ini bukan sebuah indikasi bahwa
anak mempunyai kemampuan daya ingat lemah, tetapi hal ini lebih disebabkan oleh
kurangnya inovasi dan kreativitas pendidik atau orang tua dalam mendidik anak.
Seharusnya guru dan orang tua dapat lebih kreatif dan inovatif dalam penyajian
materi.
Terdapat kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada
pemikiran bahwa anak akan kembali belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan
alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengenal apa yang dipelajarinya
bukan mengetahuinya begitu saja.
Namun
kenyataannya, penyelenggaraan pendidikan di sekolah sering dihadapakan dengan
berbagai masalah, salah satunya adalah masih rendahnya daya serap siswa
memahami materi mata pelajaran tertentu misalnya matematika. Hal ini dapat
dilihat dari hasil belajar matematika siswa yang masih sangat rendah.
Berdasarkan hasil observasi di sekolah SMK Handayani
Makassar kelas XI TKJ pada tanggal 26 September 2011 bahwa proses pembelajaran
yang dilakukan masih menggunakan model pembelajaran yang monoton,dimana guru sebagai
satu – satunya sumber informasi bagi siswa. Akibatnya hasil belajar siswa masih
sangat rendah dan antusias siswa dalam mengikuti pelajaran juga sangat kurang. Selain
itu peneliti memperoleh informasi dari guru bidang studi matematika yaitu Bapak
Theofilus S.T, bahwa kriteria ketuntasan
minimal (KKM) untuk mata pelajaran matematika di sekolah tesebut adalah 65,00,
sedangkan ketuntasan hasil belajar matematika siswa baik perorangan maupun
klasikal masih rendah khusunya pada kelas XI TKJ. Siswa yang berhasil
memperoleh ketuntasan belajar baru sekitar 55%
dari jumlah siswa padahal ketuntasan belajar yang seharusnya minimal 85%
dari total keseluruhan siswa.
Padahal matematika merupakan salah
satu mata pelajaran yang terdapat dalam setiap jenjang pendidikan. Matematika
juga memiliki peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan bahkan
matematika tidak pernah lepas dari aktifitas kehidupan manusia. Rendahnya hasil
belajar matematika siswa dapat
disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya kondisi pembelajaran yang masih
bersifat konvensional.
Pada dasarnya guru lebih banyak menggunakan model pembelajaran ini
karena dianggap lebih praktis, guru hanya cukup menjelaskan materi pelajaran
yang sudah ada pada buku refrensi sehingga siswa kurang termotivasi untuk
belajar. Demikian pula yang terjadi di SMK
Handayani Makassar.
Maka sangatlah penting bagi para
guru memahami model-model pembelajaran modern. Dengan demikian, proses
pembelajaran akan lebih variatif dan inovatif sehingga dapat meningkatkan
aktivitas dan kreativitas siswa.
Berdasarkan hal
tersebut, maka perlu diberikan suatu strategi ataupun model pembelajaran agar siswa
mendapat suatu kemudahan dan merasa senang belajar matematika. Dan salah satu
model pembelajaran yang dapat dipertimbangkan adalah model pembelajaran
kooperatif. Pembelajaran kooperatif
memiliki beberapa variasi dan salah satunya adalah Numbered Head Together (NHT). Pembelajaran kooperatif
tipe Numbered
Head Together (NHT) dianggap
sebagai alternatif pemecahan masalah dalam penelitian ini. Pembelajaran ini telah digunakan dalam berbagai macam
mata pelajaran dan paling cocok digunakan dalam mata pelajaran seperti
perhitungan dan penerapan berciri matematika, serta fakta-fakta seperti konsep
IPA.
Model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Head Together (NHT) dianggap
sebagai alternatif pemecahan masalah dalam penelitian ini.
Dengan menggunakan model pembelajaran ini setiap siswa yang memiliki kemampuan
yang berbeda-beda dalam menerima pelajaran matematika yang dibentuk secara
kelompok diajarkan untuk lebih bertanggung jawab, saling mengisi, saling
melengkapi, dan bekerja sama dalam nenyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh
guru. Sehingga tujuan belajar dapat tercapai dan hasil belajar dapat meningkat.
Model pembelajaran tipe Numbered Head
Together ( NHT ) diterapkan untuk meningkatkan hasil belajar siswa yang
diberikan oleh guru, sehingga tujuan belajar tercapai dan hasil belajar
meningkat.
Berdasarkan
uraian diatas, maka penulis tertarik melakukan penelitiaan dengan mengangkat
judul:
“Efektivitas
Pembelajaran Matematika melalui model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Head Together ( NHT ) pada
siswa Kelas XI TKJ SMK Handayani Makassar ”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1.
Seberapa
besar hasil belajar matematika siswa kelas XI TKJ SMK Handayani
Makassar dengan menggunakan model pembelajaran
Kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT)?
2.
Seberapa
besar hasil belajar matematika siswa kelas XI TKJ SMK Handayani
Makassar dengan menggunakan pembelajaran langsung?
3.
Apakah hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan
menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Head Together (NHT) lebih efektif daripada hasil
belajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran lamgsung
pada siswa kelas XI TKJ SMK Handayani Makassar?
C. Tujuan Penelitian
Pada dasarnya tujuan
penelitian ini adalah untuk menjawab masalah-masalah yang telah dirumuskan
dalam rumusan masalah. Secara terperinci tujuan tersebut adalah :
1.
Untuk mengetahui seberapa besar hasil belajar matematika
siswa kelas XI TKJ SMK Handayani
Makassar yang diajar dengan menggunakan pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT).
2.
Untuk mengetahui seberapa besar hasil belajar matematika
siswa kelas XI
TKJ SMK Handayani Makassar yang diajar dengan menggunakan pembelajaran langsung.
3.
Untuk mengetahui Apakah hasil belajar matematika siswa yang
diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT)
lebih efektif daripada hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan
pembelajaran langsung pada siswa kelas XI TKJ SMK Handayani Makassar
D. Manfaat Penelitian
1.
Bagi siswa: Dapat menumbuhkan semangat kerjasama
antar siswa, meningkatkan motivasi,
rasa percaya diri dan daya tarik siswa terhadap pelajaran matematika, memperoleh cara belajar matematika
yang menarik, dan menyenangkan serta
dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
2. Bagi
Peneliti: Diperoleh
pemecahan masalah dalam penelitian ini, sehingga akan diperoleh suatu model
pembelajaran kooperatif yang tepat dalam pembelajaran matemtika.
3. Bagi Guru: Penelitian ini dapat digunakan
sebagai bahan referensi atau masukkan tentang model pembelajaran yang efektif,
inovatif dan menarik untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
4. Bagi Sekolah: Memberi konstribusi dalam memperbaiki
pembelajaran matematika dan meningkatkan
kualitas sekolah.
BAB
II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN
HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1.
Efektivitas
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “efektif
berarti: (1) ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya), (2) dapat membawa
hasil, berhasil guna, sedangkan efektivitas berarti: (1) keadaan berpengaruh;
hal berkesan, (2) keberhasilan usaha atau tindakan.
Ekosusilo (Nugraha, 2006:6) mengemukakan bahwa
keefektifan merupakan suatu keadaan yang menunjukkan sejauh mana apa yang sudah
direncanakan dapat tercapai. Semakin
banyak rencana yang dapat dicapai, berarti semakin efektif pula
kegiatan tersebut
Efektivitas pembelajaran adalah hasil guna yang diperoleh setelah
pelaksanaan proses belajar mengajar Sadiman (Trianto, 2009: 20).
Berdasarkan
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa efektifitas pembelajaran adalah
suatu keadaan yang menunjukan sejauh mana hasil guna yang diperoleh setelah
pelaksanaan proses belajar mengajar.
2.
Belajar
7
|
Slameto
(Abdul, 2007: 1) merumuskan belajar ialah suatu proses yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Cronbach
(Riyanto, 2002: 19) menyatakan bahwa belajar itu merupakan perubahan perilaku sebagai
hasil dari pengalaman. Menurut Cronbach bahwa belajar yang sebaik-baiknya
adalah dengan mengalami sesuatu yaitu menggunakan pancaindra. Dengan kata lain,
bahwa belajar adalah suatu cara mengamati, meniru, mengintimasi, mencoba
sesuatu, mendengar, dan mengikuti arah tertentu.
Winkel (1996: 53), belajar adalah suatu aktifitas mental/psikis yang berlangsung dalam
interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan-pemahaman,keterampilan dan nilai-sikap.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan pengertian belajar adalah adanya perubahan tingkah laku individu sebagai hasil dari pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang menyangkutdalam hal kongnitif, afektif, dan psikomotor.
3.
Pembelajaran
Matematika
Menurut
(Agus Suprijono, 2010: 13)
Pembelajaran berdasarkan makna leksikal berarti proses,
cara, perbuatan mempelajari.
Muhaimin
(Yatim Riyanto, 2010: 131) Pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa untuk
belajar. Kegiatan pembelajaran akan melibatkan siswa
mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efisien.
(Trianto,
2009: 17) Pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta
didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan
terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika
merupakan upaya atau cara yang dilakukan untuk membantu siswa dalam mengembangkan konsep-konsep
matematika melalui proses interaksi antara guru dan siswa
secara terarah,efektif dan efisien .
4.
Model
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang
dirancang untuk membelajarkan kecakapan akademik (academic skill), sekaligus keterampilan sosial (social skill) termasuk interpersonal skill.
Slavin mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas
dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk
memahami konsep yang difasilitasi oleh guru.
Model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri: 1)
untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara
kooperatif, 2) kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan
tinggi, sedang,dan rendah, 3) jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang
terdiri dari beberapa ras, suku, budaya dan jenis kelamin yang berbeda, maka
diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis
kelamin yang berbeda pula, dan 4) penghargaan lebih diutamakan pada kerja
kelompok dari pada perorangan.
Berikut langkah-langkah atau fase-fase model pembelajaran
kooperatif menurut Slavin (Muslimin Ibrahim 2000)
Tabel 2.1 Fase-fase
Model Pembelajaran Kooperatif.
FASE
|
KEGIATAN GURU
|
Fase-1
Menyampaikan
tujuan dan memotivasi siswa
|
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan
peserta didik siap belajar,
|
Fase-2
Menyajikan
informasi atau materi pelajaran
|
Mempersentasikan informasi kepada peserta didik dengan
berbagai metode,
|
Fase-3
Mengorganisasikan
siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
|
Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang cara
pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang
efesien,
|
Fase-4
Membimbing
kelompok bekerja dan belajar
|
Membantu kelompok-kelompok belajar selam peseerta didik
mengerjakan tugasnya,
|
Fase-5
Evaluasi
|
Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai
materi pelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya,
|
Fase-6
Memberikan
Penghargaan
|
Mencari cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu
maupun kelompok.
|
Sumber :
Muslimin Ibrahim (2000: 10).
5.
Pembelajaran
Kooperatif dengan Tipe Numbered Heads
Together (NHT).
Pembelajaran
kooperatif Numbered Heads Together
(NHT) adalah suatu pendekatan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam
menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dengan mengecek pemahaman
mereka terhadap isi pelajaran tersebut (Ibrahim, 2000:28)
Pembelajaran
Numbered Heads Together (NHT) sebagai
model pembelajaran pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok.
Adapun ciri khas dari pembelajaran NHT adalah guru hanya menunjuk seorang siswa
yang mewakili kelompoknya. Dalam menunjuk siswa tersebut, guru tanpa memberi
tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok tersebut. Menurut Nur
(2005:78) dengan cara tersebut akan menjamin keterlibatan total semua siswa dan
merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual
dalam diskusi kelompok. Selain itu, model pembelajaran NHT memberi kesempatan
kepada siswa untuk membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling
tepat.
Dengan adanya keterlibatan total semua siswa
ini tentunya akan berdampak positif terhadap motivasi belajar siswa. Siswa akan
berusaha memahami konsep-konsep atau memecahkan permasalahan yang disajikan
oleh guru seperti yang telah diungkapkan oleh Ibrahim (2000:7) bahwa dengan
pembelajar kooperatif akan memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas penting
lainnya serta akan memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun
kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademisnya
Menurut
Ibrahim, (2000: 27-28 ) ada 4 tahapan dalam pembelajaran NHT sebagai berikut:
Langkah
1 : Penomoran (Numbering)
Dalam
pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4 sampai 5
orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama
kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang
ditinjau dari latar belakang sosial, jenis kelamin dan kemampuan belajar.
Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes (pre-test) sebagai
dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.
Langkah 2 : Mengajukan Pertanyaan (Questioning)
Langkah 2 : Mengajukan Pertanyaan (Questioning)
Guru
mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi.
Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya. Misalnya,
“Berapakah jumlah titik sudut pada sebuah kubus?” Atau bentuk arahan, Misalnya
“Pastikan setiap orang mengetahui berapa jumlah rusuk pada sebuah kubus”.
Langkah
3 : Berfikir Bersama (Head Together)
Dalam
kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan
dipelajari. Dalam kerja kelompok, setiap siswa berpikir bersama untuk
menggambarkan dan meyakinkan bahwa setiap orang mengetahui jawaban dari
pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh
guru.
Langkah
4 : Menjawab (Answering)
Guru
memanggil siswa dengan nomor tertentu untuk menjawab pertanyaan yang telah
diajaukan oleh Guru, kemudian siswa yang memiliki nomor sesuai mengacungkan
tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan tersebut untuk seluruh siswa dikelas.
Ketika
guru mengajukan pertanyaan, pertama-tama siswa mendiskusikan jawaban merteka
dengan teman setimnya. Setelah penjelasan yang singkat “Heads Together”, sebuah nomor dipanggil 1, 2, 3, 4 atau 5. Siswa
dengan korespondensi nomor mempunyai kesempatan untuk memunculkan jawaban yang
benar. Nomor kedua dipanggil setelah sebuah jawaban benar diberikan dan siswa
lain dapat memperoleh sebuah point untuk kelompoknya dengan menambahkan
informasi kejawaban benar semula. Jika guru berfikir masih ada informasi
penting dikeluarkan, nomor ketiga dapat dipanggil dan seterusnya.
6.
Pembelajaran
langsung
Model
pembelajaran langsung dikenal dengn istilah active
teaching. Ha ini disebabkan karena pada model pembelajaran langsung
kegiatan pembelajaran berpusat pada guru dimna guru terlibat aktif dalam
mengusung isi pelajran kepada peserta didik dan mengajarkannya secara langsung
kepada seluruh kelas. Pengajaran langsung digunakan untuk menyampaikan
pelajaran yang ditransformasikan secara langsung oleh guru kepada siswa.
penyusunan waktu yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran harus
seefisien mungkin, sehingga guru dapat merancang dengan tepat waktu yang
digunkan.
Menurut
Arends (Trianto, 2009: 41) menyatakn bahwa:
Model pembelajaran langsung adalah salah
satu cara pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses
belajar siswa yang berkaiatan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan
prosedural yang terstruktrur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola yang
bertahap, selangkah demi selangkah.
Menurut Kardi ( Trianto 2009: 43) model pembelajaran
langsung dapat berbentuk ceramah, demonstrasi, peltihan atau praktek, dan kerja
kelompok.
Menurut Izzatud (2009) berpendapat bahwa:
Pembelajaran langsung adalah salah satu
satu model pembelajaran yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar
siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan
prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola
kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah
Berdasarkan pengertian di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran langsung adalah suatu model pengajaran
yang berpusat pada guru yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar
siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang
diajarkan selangkah demi selangkah.
Adapun langkah – langkah model pembelajaran langsung
menurut Kardi & Nur (Trianto 2009: 47) meliputi
1. Menyampaikan
tujuan dan menyiapakan siswa
2. Presentasi
dan demonstrasi
3. Mencapai
pemahaman dan penguasaan
4. Memberikan
latihan terbimbing
5. Mengecek
pemahaman dan memberikan umpan balik
6. Memberikan
kesempatan latihan mandiri.
B. Kerangka Pikir
Sejauh
ini pembelajaran matematika masih didominasi oleh pembelajaran langsung. Siswa
diposisikan sebagai objek, sementara guru memposisikan diri sebagai
satu-satunya sumber informasi bagi siswa dimana semua pengetahuan yang
dipelajari oleh siswa berasal dari guru. Siswa yang belum paham kadang-kadang
takut atau malu bertanya pada guru, sehingga cukup banyak siswa yang hasil
belajarnya masih kurang. Namun jika dalam pembelajaran semua kegiatan
difokuskan pada keaktifan siswa, dikhawatirkan justru bisa merumuskan hasil
belajar siswa, terutama bagi siswa yang kurang aktif.
Salah satu contoh pembelajaran yang juga merupakan salah satu
contoh strategi pembelajaran adalah dengan menerapkan model pembelajaran Numbered Heads Tohether (NHT). Dalam
pembelajaran Numbered Heads Tohether (NHT)
ini siswa dituntut untuk lebih aktif dalam mengembangkan sikap dan
pengetahuannya tentang matematika sesuai dengan kemampuan masing-masing
sehingga akibatnya memberikan hasil belajar yang lebih bermakna pada siswa.
Dengan demikian pembelajaran Numbered
Heads Tohether (NHT) merupakan pendekatan yang sangat berguna dalam
pembelajaran matematika. Dengan pembelajaran NHT selain siswa belajar matematikanya
mereka juga mendapatkan pengertian yang lebih
bermakna tentang penggunaan matematika tersebut di berbagai bidang.
Gambar 2.1 : Bagan
Kerangka Pikir
kasus utama :
Rendahnya hasil belajar
matematika siswa disebabkan oleh kurangnya inovasi dan kreatifitas penddidk
dalam memdidik siswa
|
Identifikasi masalah
|
Pembelajaran
|
Model pembelajaran langsung
|
Model pembelajaran kooperatif
tipe NHT
|
Hasil Belajar
|
Ada perbedaan hasil
|
C. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan
kajian pustaka
dan kerangka pikir yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan hipotesis dalam
penelitian ini adalah:
“Hasil belajar matematika siswa yang diajar
dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) lebih efektif dibandingkan dengan
hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran
langsung pada siswa kelas XI TKJ SMK Handayani Makassar”.
Adapun
hipotesis statistik yang digunakan adalah uji perbedaan dua rata-rata ( Independent Sample T Test) yaitu:
H0
: µ1 = µ2 versus H1 : µ1 ≠ µ2
(Tiro, 1999: 234)
Keterangan :
µ1 :
Parameter rata-rata hasil pembelajaran langsung.
µ2 :
Parameter rata-rata hasil belajar pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Adapun kriteria
pengujiannya :
H0 diterima jika
, dan H0 ditolak untuk keadaan lainnya. Dan H1
diterima jika t hitung
<
atau t hitung
>
maka. secara statistik signifikan untuk
menolak hipotesis H0 atau menerima hipotesis H1. Jika
signifikansi atau nilai probabilitas lebih kecil dari taraf signifikansi α =
0,05, maka secara statistik signifikan untuk menolak H0 atau
menerima H1.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian
ini merupakan jenis penelitian eksperimen, yaitu metode penelitian yang
digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam
kondisi yang terkendali. Dalam penelitian ini melibatkan dua kelompok/kelas
yaitu kelompok eksperimen (percobaan) dan satu kelompok kontrol ( pembanding ).
Untuk kelompok eksperimen diajar dengan menggunakan pembelajaran matematika
dengan model pembelajaran Kooperatif tipe Numbered
Head Together ( NHT ) sedangkan
pada kelas kontrol yang diajar dengan menggunakan pembelajaran langsung.
B. Waktu
dan Tempat
Penelitian ini diadakan di SMK Handayani pada semester genap tahun ajaran 2011/2012.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Penelitian
Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI TKJ SMK Handayani
Makassar pada tahun ajaran 2011/2012.
2. Sampel
Penelitian
Sampel
dalam penelitian ini terdiri dari dua kelas yaitu kelas XI TKJ1 dengan
jumlah siswa 30 orang dan kelas XI TKJ2 dengan jumlah
siswa 32 orang.
D. Variabel dan Desain Penelitian
1.
Variabel
Penelitian
Variabel
dalam penelitian ada dua jenis, yakni variabel terikat dan variabel bebas.
Variabel terikatnya adalah hasil belajar matematika, sedangkan variabel
bebasnya adalah pembelajaran matematika melalui model pembelajaran kooperatif
tipe Numbered Head Together (NHT) dan
pembelajaran konvensional.
2.
Desain
Penelitian
Rancangan
penelitian pretest-posttest control group design adalah sebuah rancangan
eksperimen karena kedua kelompok dipilih sesuai dengan kriteria yang
dipersyaratkan penelitian. Rancangan penelitian jenis ini digambarkan sebagai
berikut:
R O1 X1 O2 (kelompok
eksperimen)
R O3 X2 O4 (kelompok
kontrol)
|
Kedua
kelompok dipilih secara random, yang ditandai R. Pada awalnya keduanya diberi
prates (O1 dan O3). Bedanya kelompok eksperimen diberi
perlakuan (X1) sedangkan kelompok yang lain tidak dikenai perlakuan
melainkan dijadikan sebagai kelompok kontrol. Sebenarnya kedua kelompok
tersebut sama-sama mendapatkan perlakuan, tetapi keduanya mendapat perlakuan
yang berbeda. Setelah perlakuan (pada kelompok eksperimen) selesai, kedua
kelompok sama-sama mendapatkan pengukuran (O2 dan O4).
E. Defenisi Operasional Variabel
Variabel
dalam penelitian ini adalah hasil belajar yang diperoleh siswa kelas XI TKJ SMK Handayani Makassar melalui
dua macam model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together ( NHT) dengan model pembelajaran langsung.
a.
Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together ( NHT )
Pada
model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Head Together (NHT) guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh
siswa yang ada didalam kelas dengan menggunakan stuktur empat fase sebagai
sintaks Numbered Head Together (NHT) yang pertama penomoran dalam hal ini guru
membagi siswa kedalam setiap kelompok yang terdiri dari 3-5 orang dan setiap
anggota kelompok diberikan nomor antara 1-5.
Fase kedua mengajukan pertanyaan guru mengajukan pertanyaan kepada
siswa yang mana pertanyaannya itu bisa
saja bervariasi.fase ketiga berfikir bersama yaitu siswa menyatukan pendapatnya
terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya
megetahui jawaban tim. Fase yang keempat menjawab guru memanggil satu nomor
tertentu,kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba
menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.
b.
Model pembelajaran langsung
Pembelajaran
langsung adalah salah satu cara penyampaian ilmu pengetahuan kepada siswa,
dimana guru lebih mendominasi didalam berlangsungnya proses pembelajaran. Guru
lebih banyak mengacu kepada buku refrensi yang telah ada dan penyampaian materi
lebih banyak menggunakan metode ceramah.
c.
Hasil belajar matematika yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah nilai akhir yang diperoleh setelah melakukan tes
hasil belajar yang diberikan setelah mendapatkan pengajaran materi dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together
(NHT) dan model pembelajaran langsung dalam jangka waktu tertentu.
E. Instrumen
Penelitian
a.
Tes
Hasil Belajar
Untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap
materi yang telah diajarkan, guru perlu menyusun suatu tes yang berdasarkan
tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Tes itu kemudian diberikan ke siswa.
Penskoran hasil tes siswa menggunakan skala bebas yang tergantung dari bobot
butir soal tersebut.
b.
Lembar
Observasi Aktivitas Siswa
Instrumen ini digunakan untuk memperoleh data
tentang aktivitas siswa selama proses pembelajaran matematika dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) berlangsung. Pengambilan data
aktivitas siswa dilakukan pada saat proses belajar mengajar berlangsung yang
dilakukan oleh seorang observer, dalam hal ini yang bertindak sebagai observer
adalah salah satu guru Matematika SMK Handayani Makassar.
c.
Angket Respon Siswa
Angket respon siswa
digunakan untuk menjawab pertanyaan mengenai respon siswa terhadap pembelajaran
yang digunakan. Respon siswa
adalah tanggapan siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT).
Angket respon siswa dirancang untuk mengetahui pendapat siswa mengenai kelebihan dan
kekurangan model pambelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together (NHT) yang digunakan oleh peneliti dalam
pembelajaran matematika. Angket
respon siswa diberikan pada siswa ketika proses belajar mengajar matematika dengan
menggunakan model pambelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) telah selesai.
F. Teknik Pengumpulan Data
1.
Data tentang kemampuan awal siswa
diambil dengan menggunakan tes awal.
2.
Data tentang hasil belajar siswa diambil
dengan menggunakan tes hasil belajar.
3.
Data tentang aktivitas siswa selama
penelitian berlangsung diambil dengan menggunakan lembar obsesrvasi.
4.
Data tentang respon siswa tentang model
pembelajaran Numbered Heads Together (NHT)
diambil dengan menggunakan angket respon.
G. Prosedur Penelitian
Setelah
menetapkan subjek penelitian, maka pelaksanaan penelitian dilaksanakan sebagai
berikut:
a)
Menetapkan masing-masing siswa yang dijadikan subjek penelitian ke dalam
dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen akan diajar dengan menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dan
kelompok kontrol akan diajar dengan pembelajaran langsung.
b)
Melakukan
observasi pada kedua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
c)
Melakukan
kegiatan pembelajaran dengan pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen
dengan frekuensi pertemuan yang sama (4 kali pertemuan).
d)
Setelah
pemberian perlakuan pada kedua kelompok, setiap responden diberikan tes hasil
belajar dengan soal yang sama untuk kedua kelompok tersebut.
e)
Melakukan
analisis pada data tes hasil belajar yang telah dikumpulkan.
H. Teknik Analissi Data
Teknik
analisis data yang digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh adalah
dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis statistik
inferensial.
1.
Analisis
Statistika Deskriptif
Statistik
deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana
adanya, tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum
(Sugiyono,2008:207). Dalam penelitian ini, analisis statistik deskriptif
digunakan untuk mendeskripsikan hasil
belajar matematika siswa pada setiap kelompok yang telah dipilih.
Termasuk dalam statistik deskriptif antara lain penyajian
data melalui tabel, grafik, mean, median, modus, standar deviasi, dan
perhitungan persentase (Sugiyono, 2008: 208).
Jenis data berupa hasil belajar selanjutnya dikategorikan
secara kualitatif berdasarkan teknik kategorisasi yang ditetapkan oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
(Risal, 2009) adalah:
Tabel
3.1 Tabel Interpretasi Kategori Nilai Hasil Belajar
Nilai Hasil Belajar
|
Kategori
|
85-100
|
Sangat
tinggi
|
65-84
|
Tinggi
|
55-64
|
Sedang
|
35-54
|
Rendah
|
0-34
|
Sangat
rendah
|
Disamping itu hasil belajar
siswa juga diarahkan pada
pencapaian hasil belajar secara individual dan klasikal. Kriteria seorang siswa dikatakan tuntas belajar
apabila memenuhi kriteria ketuntasan minimal yang ditentukan oleh sekolah yakni
70% , sedangkan ketuntasan klasikal tercapai apabila minimal 85% siswa dikelas tersebut telah
mencapai skor ketuntasan minimal.
2.
Analisis
Statistika Inferensial
Statistik inferensial adalah teknik statistik yang
digunakan untuk menganalisis data sampel
dan hasilnya diberlakukan untuk populasi. Teknik statistik ini dimaksudkan
untuk menguji hipotesis penelitian. Untuk menguji hipotesis penelitian,
dilakukan dengan tahapan uji normalitas dan uji homogenitas. Pada tahap
analisis ini, nilai yang dianalisis adalah selisih antara nilai posttest dan
nilai awal (nilai posttest – nilai awal). Selisih nilai tersebut digunakan
sebab merupakan nilai yang sudah tidak dipengaruhi oleh nilai awal siswa yang
merupakan gambaran kemampuan awalnya. Sehingga data yang dianalisis benar-benar
berasal dari nilai hasil setelah diberikan perlakuan
Analisis
statistika inferensial digunakan untuk menguji hipotesis penelitian dengan menggunakan
uji-t. Namun sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan
uji normalitas dan homogenitas.
a.
Uji Normalitas
Uji
normalitas merupakan langkah awal dalam menganalisis data secara spesifik. Uji
normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau
tidak. Dalam pengujian ini digunakan uji One
Sample Kolmogorov-Smirnov dengan menggunaka taraf signifikansi 5% atau
0,05, dengan syarat:
Jika
Pvalue ≥ 0,05 maka distribusinya adalah normal
Jika
Pvalue < 0,05 maka distribusinya adalah tidak normal
b.
Uji Homogenitas
Uji
homogenitas dilakukan untuk menyelidiki variansi kedua sampel sama atau tidak.
Uji yang digunakan adalah uji Levene’s Test. yang bertujuan untuk mengetahui
apakah variansi data homogen. Uji ini dilakukan sebelum kita melakukan analisis
t-Test. Jika sampel
tersebut memiliki varians yang sama, maka keduanya dikatakan homogen. Adapun
langkah-langkah dalam uji homogenitas adalah sebagai berikut:
a. Menentukan
apakah kedua varian (kelompok eksperimen dan kelompok kontrol) adalah homogen
atau tidak.
b. Kriteria pengujian (berdasarkan
probabilitas/signifikansi)
Jika Pvalue ≥ 0,05 maka kedua varians sama.
Jika Pvalue < 0,05 maka kedua varians berbeda.
c.
Membandingkan probabilitas
Nilai Pvalue ≥ 0,05 maka kedua
varians adalah sama
d. Menarik
kesimpulan
1.
Pengujian Hipotesis
Pengujian
hipotesis dimaksudkan untuk menjawab hipotesis penelitian yang telah diajukan.
Untuk maksud tersebut di atas maka pengujian dilakukan dengan menggunakan
uji-t.
t=
dimana
=
(
Tiro, 1999: 234)
Ket:
=
rata-rata hasil pembelajaran langsung (kelas kontrol)
= rata-rata hasil pembelajaran Numbered Heads Together (kelas
eksperimen).
S = simpangan baku gabungan.
S1 =
simpangan baku kelas kontrol.
S2 = simpangan baku kelas
eksperimen.
n1 = banyaknya data pada kelas kontrol
n2 = banyaknya data pada kelas eksperimen.
Uji t
ini digunakan apabila kedua kelompok mempunyai varians yang sama (homogen).
Apabila secara signifikan terjadi perbedaan varians (tidak homogen), maka uji t
yang digunakan adalah:
t’ =
(Sudjana
dalam Veranica, A. P, 2005)
Kriteria pengujiannya adalah:
H0 diterima jika -
≤ t’ ≤
,
dan ditolak dalam hal lainnya.
Dengan W1 =
; W2
=
t1
= t(1-
)(
-1)
t2
= t(1-
)(
-1)
Ket:
=
rata-rata hasil pembelajaran langsung
(kelas kontrol)
= rata-rata hasil pembelajaran Numbered Heads Together (kelas
eksperimen).
S12 = varians data
kelas kontrol.
S22
= varians data kelas eksperimen.
n1 =
banyaknya data pada kelas kontrol.
n2 = banyaknya data pada kelas
eksperimen.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Suprijono. 2011.
Cooperatif Learninng : Teori dan Aplikasi
Paikem. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Depdiknas. 2009.
Pedoman Umum Sistem Pengujian Hasil
Kegiatan Minat Belajar .(online),
( http:Pedoman-Umum-Sistem-Pengujian-Hasil-Kegiatan-Minat-Belajar/,diakses
9 september 2011).
Emzir.2007. Metodologi Penelitian Pendidikan:
Kuantitatif dan Kualitatif.Jakarta:Grafindo
Prasada.
Haling, Abdul.
2007. Belajar dan Pembelajaran.
Makassar: Badan Penerbit Universitas
Negeri Makassar.
Hudoyo,H. 2000.Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.
Edisi Revisi.Malang:
Universitas Negeri Malang.
Mulki. 2008. Efektifitas Penerapan Pendekatan
Realistik dalam Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Ma’rang
Kabupaten Pangkep. Makassar: Skripsi FMIPA UNM.
Slameto
.2003. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya .
Jakarta :Rineka Cipta.
Slavin, Robert E. 2010.
Cooperatif Learning. Bandung: Nusa Media.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian
Pendidikan(Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung:
Alfabeta.
Trianto . 2007. Model
Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Prestasi
Pustaka: Jakarta
Wena, Made. Strategi
Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta Timur: Bumi Aksara.
Winkel,2004. Psikologi Pendidikan.Yogyakarta: Media
Abadi