JUDUL : PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI
PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN INDIVIDUAL PADA SISWA KELAS X4 SMA
NEGERI 1 KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA
I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Masalah pendidikan adalah masalah bagaimana
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam upaya meningkatkan kualitas
sumber daya manusia (SDM), patokan yang harus dicapai adalah tumbuhnya
kemampuan berfikir logis, dan sikap kemandirian dalam diri peserta didik. Hal
ini sejalan dengan peranan matematika, dimana matematika merupakan sarana
berfikir deduktif dalam menentukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK). Sehingga matematika tidak hanya dipandang sebagai ilmu
tetapi lebih dari itu matematika adalah sebagai sarana untuk mengkaji hakekat
keilmuan.
Dalam mengkaji hakekat keilmuan diperlukan adanya
pendidikan. Sedang pendidikan itu sendiri adalah usaha sadar untuk
menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia (SDM), melalui kegiatan
pengajaran yang bertujuan mewujudkan manusia Indonesia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas dan mandiri sehingga mampu
membangun dirinya sendiri dan bertanggung jawab pada pembangunan nasional.
Salah satu alternatif untuk mewujudkan pembangunan nasional adalah berusaha
meningkatkan mutu pendidikan.
Seiring dengan meningkatnya mutu pendidikan, ada dua
konsep pendidikan yang erat kaitannya dengan hasil belajar yaitu belajar dan
pembelajaran. Konsep belajar berakar pada pihak siswa dan konsep pembelajaran
berakar pada pihak guru. Sehingga dalam dunia pendidikan sasaran utama dari
pengembangan pendidikan adalah transfer ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah
mengalami perkembangan pesat, oleh karena itu pemerintah senantiasa melakukan
usaha pembaharuan di segala bidang, khususnya dalam bidang pendidikan. Dunia
pendidikan tidak lepas dengan adanya proses belajar mengajar itu sendiri, baik
disengaja maupun tidak disengaja. Dari proses belajar mengajar ilmiah,
pendidikan dapat tercapai. Dengan demikian proses belajar harus dilakukan
dengan sadar dan terprogram.
Pada umumnya proses belajar mengajar yang dilaksanakan
di sekolah tingkat menengah adalah secara klasik. Sedangkan kenyataan
menunjukan bahwa pada setiap kelas selalu terdapat siswa yang berbeda daya
tangkapnya. Ada
yang cepat dan ada yang lambat, golongan yang lambat inilah yang biasa
dirugikan. Akibatnya banyak kesulitan belajar yang dialami oleh golongan siswa
yang lambat dan akhirnya siswa tersebut gagal.
Berdasarkan pengalaman penulis dalam mengajarkan mata
pelajaran matematika pada SMA Negeri I Sungguminasa selama PPL, nampak bahwa
kemampuan dalam menyerap pelajaran matematika masih kurang menggembirakan.
Untuk mengatasi masalah tersebut di atas, maka dalam
penelitian ini kami akan mencoba menerapkan model pembelajaran individual
dengan harapan agar siswa dapat belajar dengan tuntas dan menyenangkan,
sehingga hasil belajar matematika meningkat.
B. Identifikasi
masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, diperoleh salah
satu masalah utama yang dihadapi dunia pendidikan dalam penyelenggaraan
pembelajaran adalah bagaimana cara meningkatkan hasil belajar terutama dalam
pengajaran matematika.
Optimalisasi proses pembelajaran di kelas dalam rangka
meningkatkan hasil belajar peserta didik khususnya pada jenjang SMA merupakan
masalah yang dihadapi dalam proses pembelajaran matematika. Untuk itu
identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:
1.
Siswa kurang memperhatikan pelajaran sehingga kurang
memahami materi yang diajarkan dan kurang berinteraksi dalam kegiatan
pembelajaran.
2.
Model pembelajaran yang klasik dan menegangkan sehingga
siswa kurang aktif dalam proses belajar mengajar.
3.
Kemampuan siswa dalam menyerap pelajaran matematika
masih rendah.
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka
ditetapkan salah satu alternatif untuk mengatasinya yaitu dengan menggunakan
model pembelajaran individual.
C. Rumusan
Masalah
Bertolak dari latar belakang yang telah diuraikan di
atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
“Apakah Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X4
SMA Negeri 1 Kajang Dapat Ditingkatkan Melalui Penggunaan Model
Pembelajaran Individual?”
D. Cara
Pemecahan Masalah
Salah satu penyebab rendahnya kemampuan hasil belajar
matematika siswa karena ketidaktuntasan belajar bagi setiap siswa. Dengan
demikian pengajaran dengan menerapkan model pembelajaran individual penulis
menganggap sebagai suatu pendekatan
untuk pemecahan masalah di atas.
Adapun kelebihan dari model pembelajaran individual
bagi siswa adalah memberi kemungkinan bagi siswa untuk maju sesuai dengan
kemampuan belajar masing-masing, siswa berhubungan atau berinteraksi langsung
dengan bidang pelajaran yang sedang dipelajari, siswa dapat memperoleh
tanggapan langsung mengenai jawaban atas tes yang dikerjakan oleh siswa sehingga
siswa dapat belajar sampai batas kemampuannya mengizinkan.
Dari uraian di atas maka dapat dilihat bahwa model
pembelajaran individual memprioritaskan pencapaian taraf minimal yang
ditetapkan untuk setiap siswa, sehingga dapat meningkatkan semangat belajar
bagi siswa siapa saja tanpa didominasi oleh siswa yang pintar dalam proses
pembelajaran. Dengan demikian, jika model pembelajaran individual terlaksana
dengan baik dan terpadu, maka secara teoritis persoalan rendahnya kemampuan
dalam mengajarkan soal matematika siswa kelas X SMA Negeri 1 Kajang secara
bertahap dapat terpecahkan.
E. Tujuan Penelitian
Pada dasarnya tujuan penelitian ini untuk menjawab
masalah yang telah dirumuskan. Adapun tujuan penelitian ini adalah meningkatkan
hasil belajar siswa dalam penerapan model pembelajaran individual.
F. Manfaat Hasil Penelitian
Adapun manfaat
yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagi siswa
Dapat termotivasi dalam belajar
dan memahami matematika untuk suatu topik pelajaran. Disamping itu dengan terbentuknya
konsep pemahaman siswa dalam belajar matematika, maka siswa akan lebih mudah
untuk memahami materi pelajaran selanjutnya.
2. Bagi guru
Melalui penelitian tindakan ini,
guru dapat mengetahui salah satu cara untuk meningkatkan keaktifan dan motivasi
belajar siswa agar hasil belajar siswa dapat meningkat. Dapat menambah wawasan
dan pengalaman serta bekal guru dalam PBM (Proses Belajar Mengajar) di kelas
tentang strategi pembelajaran di kelas, sehingga permasalahan yang dihadapi
oleh siswa dan guru dapat diminimalkan.
3. Bagi sekolah
Memberikan sumbangan yang sangat
berharga dalam rangka perbaikan pembelajaran khususnya SMA Negeri 1 Kajang dan
SMA lain pada umumnya.
4. Bagi Universitas Muhammadiyah Makassar (UMM):
Sebagai tambahan referensi bagi
unit perpustakaan kampus UMM dan sebagai bahan banding bagi peneliti
selanjutnya.
II. KERANGKA
TEORITIK DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Kerangka Teoritik
1. Pengertian
Belajar dan Prosesnya
Belajar didefinisikan dan diartikan oleh banyak ahli
dengan rumusan dan redaksi kalimat yang berbeda, namun pada hakekatnya
mempunyai prinsip dan tujuan yang sama. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
pandangan dan penafsiran yang dilakukan dalam belajar, seperti yang dikemukakan
oleh Spears yang menyatakan bahwa “learning is to observe, to read, to imitate,
to try smoothening themselves, to listen, to follow direction” artinya belajar
adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sendiri, mendengar dan mengikuti
tujuan (Spears, 1995: 94). Pendapat ini sejalan dengan pendapat Witherington
yang menyatakan bahwa belajar memerlukan bermacam-macam aktivitas. Belajar itu
kompleks dan berhasil melalui bermacam-macam kegiatan seperti berbuat,
mendengarkan, berfikir, membaca buku, mempelajari, memperhatikan,
mendemonstrasikan, bertanya, merenungkan, berfikir, menganalisis, membandingkan
dan menggunakan pengalaman yang lampau.
Hudoyo (1990: 86) mengemukakan bahwa belajar adalah
perubahan tingkah laku yang berlaku dalam relatif lama disertai usaha orang
tersebut sehingga orang itu dari tidak mampu mengerjakan sesuatu menjadi mampu
mengerjakannya. Selanjutnya Abdullah (1987: 36) mengemukakan bahwa belajar
adalah suatu proses untuk mencapai perubahan
tingkah laku dalam bentuk sikap, pengetahuan, keterampilan yang menjadi
miliknya.
Sedangkan Slameto memberikan pengertian belajar
sebagai berikut:
“Belajar
adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman
individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya” (Slameto, 1987: 2)
Dengan memperhatikan pengertian yang telah diuraikan
di atas maka dapat dikatakan bahwa proses belajar terdapat serangkaian kegiatan
yang memberikan penekanan bahwa individu dikatakan belajar apabila terjadi
sesuatu yang baru pada dirinya sebagai hasil pengalaman dari interaksi individu
dengan lingkungannya.
Perubahan tingkah laku yang terjadi merupakan usaha
kerja keras dari individu itu sendiri selama proses belajar itu berlangsung,
yang akan membawa manfaat bagi kehidupan atau proses belajar itu sendiri.
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan di
atas, jelas bahwa pada hakekatnya perbuatan belajar merupakan suatu proses yang
kompleks. Namun demikian agar kita memiliki pedoman belajar yang efisien, maka
proses belajar itu dapat diperinci dalam bentuk prinsip-prinsip atau asas-asas
belajar, yaitu:
a)
Belajar adalah suatu proses aktif dan terjadi hubungan
saling mempengaruhi secara dinamis antara siswa (yang belajar) dengan
lingkungannya.
b)
Belajar senantiasa harus bertujuan, terarah, dan jelas
bagi siswa. Tujuan hendaknya timbul dari kehidupan siswa, berkaitan dengan
kehidupannya dan berharga bagi dirinya. Dengan begitu tujuan akan menuntunnya
dalam belajar untuk mencapai harapan-harapannya, sehingga ia akan tekun menghadapi
berbagai rintangan, kesulitan dan situasi-situasi yang tidak menyenangkan dalam
belajar.
c)
Belajar akan lebih efektif apabila didasari oleh
dorongan motivasi dan bersumber dari dalam dirinya sendiri.
d)
Belajar akan lebih efektif apabila dalam prosesnya banyak
melakukan hal-hal yang harus dipelajari.
e)
Belajar memerlukan bimbingan. Bimbingan itu dapat
diperoleh dari guru, dapat pula dari buku pelajaran.
f)
Jenis belajar yang paling utama adalah belajar untuk
berpikir kritis, lebih daripada pembentukan keterampilan-keterampilan
mekanisme.
g)
Cara belajar yang efektif adalah dalam membentuk
pemecahan masalah.
h)
Belajar memerlukan pemahaman atas hal-hal yang
dipelajari sehingga diperoleh pengertian-pengertian.
i)
Belajar memerlukan latihan dan ulangan agar apa yang
dipelajari dapat dikuasai.
j)
Belajar harus disertai keinginan dan kemauan yang kuat
untuk mencapai tujuan.
k)
Belajar dianggap berhasil apabila siswa telah memahami
apa yang dipelajari dan telah sanggup mentransfer atau menerapkannya dengan
kehidupan sehari-hari.
(Djaali, 1984:
21-22)
2. Prestasi
Belajar Matematika
Suatu individu dikatakan telah belajar apabila telah
melakukan sesuatu yang baru sebagai hasil pengalaman, dan interaksi individu
dengan yang lainnya dimana sebelum terjadi proses belajar individu tidak dapat
melakukannya. Dengan melalui proses belajar dalam hal ini bukan hanya mencatat,
membaca, dan menghafal melainkan harus dimengerti dan dipahami tentang apa dan
bagaimana sesuatu itu dipelajari, maka individu dapat meningkatkan prestasi
belajarnya.
Winkel (1984: 162) mengatakan kata “prestasi” sebagai
bukti keberhasilan usaha yang dicapai. Sedang Yusrina (2004: 14) menyimpulkan
bahwa prestasi adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan tingkat
keberhasilan yang dicapai oleh
seseorang setelah melakukan suatu usaha tertentu. Jadi, prestasi adalah
kualitas penguasaan yang dicapai seseorang setelah melakukan suatu kegiatan.
Dalam kaitannya dengan belajar, berarti prestasi
menunjukkan kepada tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah
melakukan kegiatan belajar pada suatu penggalan waktu tertentu. Untuk
mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam menguasai materi pelajaran
matematika, diperlukan suatu alat ukur. Alat ukur yang biasa dilakukan adalah
dengan memberi tes pada setiap pokok bahasan. Hal ini sejalan dengan pernyataan
R.S. Wood Wort dan D.G Nighis (Nurfaidah, 2004: 10) bahwa “kecakapan nyata yang
dapat diukur langsung dari suatu alat yang dalam hal ini adalah tes”. Tujuannya
untuk memperoleh gambaran daya serap dan kesulitan belajar siswa dalam
mempelajari dan memahami materi pada pokok bahasan tersebut.
Dalam proses belajar mengajar yang diawali dengan
perencanaan yang sistematik dan baik, sehingga dapat dilaksanakan sesuai dengan
harapan, baik oleh pengajar atau individu yang belajar, tidak lain hanyalah
dimaksudkan untuk mendapatkan atau memperoleh prestasi belajar yang maksimal.
Menurut Syamsul yang dikutip oleh Busran bahwa:
“Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai siswa dalam bidang studi
tertentu dengan menggunakan tes standar sebagai pengukuran keberhasilan belajar
seseorang”. (Busran, 1993: 14)
Pemberian tes pada setiap pokok bahasan hasilnya
sangat dibutuhkan oleh guru, karena dapat mengetahui secara langsung tentang
kemajuan belajar siswanya, dan sekaligus dapat menentukan alternatif-alternatif
baru, guna perbaikan dalam proses belajar mengajar berikutnya.
Menurut asumsi penulis, pemberian tes ini sangat perlu
guna membantu siswa dalam mengukur kemampuannya dan memahami materi pelajaran
pada setiap pokok bahasan dan sekaligus membantu guru dalam perbaikan proses
belajar matematika.
3. Hakekat
Belajar Matematika
Pada umumnya diakui bahwa belajar merupakan kebutuhan
yang vital bagi manusia. Seseorang dikatakan belajar jika pada dirinya terjadi
suatu perubahan tingkah laku yang melalui suatu proses tertentu. Djumhur (Jaya,
2003: 6) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku
untuk mendapatkan pola-pola respon yang diperlukan dalam interaksi dengan
lingkungannya. Sedangkan Sudjana (1991: 5) juga berpendapat bahwa belajar
merupakan proses perubahan tingkah laku individu yang melakukannya.
Sehubungan dengan pendapat di atas, bahwa belajar
adalah perubahan tingkah laku pada diri seseorang melalui suatu proses tertentu
yang berbentuk sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dimilikinya dalam
interaksi dengan lingkungannya.
Pengertian
belajar telah dibahas terlebih dahulu sedangkan pengertian matematika adalah
disiplin ilmu yang mempunyai ciri khas dibanding dengan disiplin ilmu lainnya.
Belajar matematika adalah “belajar tentang fakta, konsep, prinsip, dan skill”.
(Siswan, 2004: 7).
Pendapat lain dikemukakan oleh Z. P Dienes yang
dikutip oleh Hudoyo (1990) bahwa belajar matematika adalah belajar tentang
struktur, pengklasifikasian struktur, memisahkan hubungan-hubungan yang
terdapat di dalam struktur-struktur dan mengkategorikan hubungan-hubungan di
dalam struktur-struktur.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa pada
hakekatnya belajar matematika adalah suatu aktivitas mental dan ketenangan
emosional agar tidak tergesa-gesa dalam memahami dan mengkaji arti dari
berbagai struktur, hubungan-hubungan dan simbol sehingga diperoleh pengetahuan
baru yang lebih bermakna dan bermanfaat. Dengan kata lain belajar matematika
adalah proses perubahan tingkah laku melalui belajar matematika.
4. Model
Pembelajaran Individual
a. Pengertian
Mengajar secara individual
Mengajar secara individual ialah kegiatan guru
menghadapi banyak siswa yang masing-masing mendapat kesempatan untuk bertatap
muka dengan guru secara individual. Hubungan tatap muka antara guru dan para
siswa secara individual akan diwarnai oleh hakekat pengajaran individual yang
nampak dengan adanya:
Ø
Hubungan interpersonal yang sehat dan akrab
antara guru dan siswa serta juga antar siswa dengan siswa.
Ø
Siswa belajar sesuai dengan kecepatan, cara,
kemampuan dan minat dirinya.
Ø
Siswa mendapat bantuan dari guru sesuai dengan
kebutuhannya.
Ø
Siswa dilibatkan dalam penentuan cara-cara
belajar yang akan ditempuh, materi dan alat yang dipergunakan, dan bahkan
tujuan yang ingin dicapainya.
Untuk menciptakan suasana pengajaran individual, peran
guru hendaknya sebagai:
ø
Organisator kegiatan belajar mengajar
ø
Sumber informasi bagi siswa.
ø
Pendorong bagi siswa untuk belajar.
ø
Penyedia materi dan kesempatan belajar bagi
siswa
ø
Orang yang mendiagnosis kesulitan belajar siswa
serta memberikan bantuan yang sesuai dengan kebutuhannya.
Pada dasarnya pengajaran individual akan mencoba
memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada siswa untuk belajar dan bekerja
berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
Pengajaran individual memungkinkan siswa untuk belajar
dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
F
Siswa belajar sesuai dengan kecepatannya
masing-masing yaitu berdasarkan
kemampuannya sendiri (tidak bergantung)
F
Siswa belajar secara tuntas, karena siswa akan
ujian jika telah merasa siap.
F
Siswa bebas menggunakan waktu belajarnya, tetapi
bertanggung jawab atas semua kegiatan yang dilakukannya.
F
Siswa mengontrol kegiatan, kecepatan dan
intensitas belajarnya dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
F
Siswa menilai sendiri hasil belajarnya.
F
Siswa mengetahui sendiri kemampuan dan hasil
belajarnya
F
Keberhasilan siswa diukur berdasarkan pada
sistem nilai mutlak. Ia berkompetensi dengan angka bukan dengan temannya.
Kemandirian dalam belajar itu merupakan keharusan
dalam belajar dewasa ini, sejauh pelajaran itu diarahkan kepada masa depan
pelajar, yang dengan nyata dapat dilihat dalam keluarga dan masyarakat.
Berpikir secara mandiri dalam kehidupan budaya
masyarakat, dalam proses belajar dirintis melalui metode yang mantap dalam
swakarya (kegairahan sendiri). Swakarya sebagai prinsip belajar adalah
spontanitas yang didasari kemandirian dan kepribadian. Maka itu para ahli yang
menginginkan perubahan dalam paedagogis waktu itu, swakarya bukan hanya
kegiatan yang dapat dilihat dari luar saja, melainkan juga kegiatan belajar
mandiri, yang untuk itu harus diberikan kemungkinannya.
Melalui latihan teratur menurut rencana yang telah
dibuat, diusahakan agar pelajar memperoleh dan menguasai teknik bekerja. Hal
itu kedengarannya memang sangat berlawanan, tetapi bagaimanapun pelajar harus
mempunyai metode. Tetapi untuk membawa anak didik kemetodenya, pengajar sendiri
harus menguasai metode itu sepenuhnya.
Sejak mulai dari pemberian latihan dalam teknik kerja,
kegiatan sendiri (swakarya) harus sudah timbul dalam jiwa dan pikiran pelajar
saat-saat atau tahap-tahap dalam proses bekerja masing-masing tanpa
“dikomandokan”
b. Sistem
Pembelajaran Individual
Dalam sistem pembelajaran individual siswa diharapkan
lebih banyak belajar sendiri, karena itu siswa perlu memiliki kemauan yang kuat
dan disiplin yang tinggi dalam melaksanakan kegiatan belajarnya, kemauan yang
keras akan mendorong siswa untuk tidak cepat putus asa dalam menghadapi
kesulitan, sedangkan disiplin yang tinggi diperlukan supaya siswa belajar
sesuai dengan jadwal yang diaturnya sendiri.
Sistem pembelajaran individual mempunyai beberapa
karakteristik yang dapat diuraikan sebagai berikut:
@
Siswa belajar sesuai dengan kemampuan
masing-masing. Siswa yang cepat dapat maju mendahului teman-temannya tanpa
dihambat oleh kemajuan temannya. Sebaliknya siswa yang lamban tidak perlu
diburu-buru untuk mengejar siswa yang cepat.
@
Sistem pembelajaran dilaksanakan dengan
menyediakan paket mandiri yang dapat dipilih sesuai dengan tujuan yang akan
dicapai, gaya
belajar siswa, kemampuan awal yang dimiliki dan minat masing-masing siswa.
@
Tujuan pembelajaran memberi arah bagi siswa
dalam belajar, dan menjelaskan secara khas apa yang harus dipelajari sehingga
setelah belajar siswa selesai mempelajari paket bersangkutan siswa akan
mendemonstrasikannya secara proporsional pengetahuan, keterampilan dan atau
nilai-nilai tertentu.
Strategi pembelajaran yang diterapkan dalam sistem
pembelajaran individual meliputi hal-hal sebagai berikut:
F
Tujuan pembelajaran dirumuskan secara khas dan
terperinci.
F
Pengelolaan bahan pembelajaran diatur secara
sistematik untuk membantu tercapainya tujuan tersebut di atas, termasuk cara
bervariasi untuk mencapai penguasaan setiap tujuan.
F
Disediakannya prosedur atau proses untuk
mendiagnosa kemampuan siswa ditinjau dari tujuan pembelajaran yang akan
dicapai.
F
Evaluasi dan bimbingan kepada siswa yang
dilakukan dengan teratur termasuk sistem penyusunan rencana studi perorangan
yang dapat mengatur kegiatan belajar siswa sesuai dengan kesiapan siswa yang
bersangkutan.
F
Seringnya diadakan monitoring mengenai
pelaksanaan tugas yang dilakukan siswa untuk memberikan informasi, baik kepada
guru maupun kepada siswa sendiri mengenai kemajuan siswa menuju tercapainya
tujuan.
F
Evaluasi terus menerus terhadap prosedur
pembelajaran dan usaha penyempurnaannya.
Adapun langkah-langkah pembelajaran yang akan
dilakukan melalui penggunaan model pembelajaran individual ialah sebagai
berikut:
No
|
Kegiatan Guru
|
Kegiatan Siswa
|
1
|
Dalam setiap
pertemuan, guru menyampaikan semua tujuan
pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi
siswa belajar
|
Siswa
mendengarkan dan memperhatikan penjelasan dari guru
|
2
|
Guru
menyajikan informasi kepada siswa melalui bahan buku
|
Siswa
memperhatikan penjelasan dari guru
agar dapat belajar sesuai dengan kemampuannya tanpa bergantung pada teman
|
3.
|
Guru
memberikan lembar kerja siswa (LKS) mengenai soal-soal dari materi yang
diajarkan tadi
|
Siswa secara
individu atau kelompok dapat mengerjakan soal-soal pada lembar kerja siswa
(LKS) tersebut dan mempelajarinya langkah demi langkah, serta membahas hasil
yang diperoleh dan mempresentasikannya di depan kelas.
|
4.
|
Guru
membimbing siswa pada saat mereka mengerjakan tugas
|
Siswa dapat
belajar secara tuntas karena akan diuji jika telah merasa siap
|
5.
|
Guru
mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari
|
Siswa dapat
menilai dan mengetahui sendiri kemampuan dan hasil belajarnya.
|
(Nurdin, 2005: 108-109)
c. Evaluasi
Pembelajaran Individual
Untuk memonitoring kemajuan siswa dalam mencapai
tujuan, disediakan tiga macam alat evaluasi dalam model pembelajaran individual. Alat yang pertama ialah tes awal.
Tes ini merupakan penuntun bagi siswa karena tes ini dapat menunjukkan bahan
apa atau tujuan yang mana belum dikuasai, sehingga perlu dipelajari.
Alat evaluasi yang kedua ialah tes pembelajaran
individual. Tes ini merupakan salah satu bentuk evaluasi diri sendiri yang
digunakan siswa untuk memonitor kemajuannya sendiri pada saat ia melaksanakan
kegiatan belajar. Tes pembelajaran individual dapat berupa kuis formal.
Tes evaluasi yang ketiga ialah tes akhir yang
digunakan setelah model pembelajaran individual selesai dipelajari, untuk
menentukan apakah siswa telah memperoleh kemampuan minimal yang dituntut oleh
model itu. Tes ini biasanya dilaksanakan bila siswa merasa bahwa ia telah siap.
d. Keuntungan
dan Kelemahan Model Pembelajaran Individual
Keuntungan model pembelajaran individual bagi siswa
adalah:
C Memberi
kemungkinan bagi siswa untuk maju sesuai dengan kemampuan belajar
masing-masing.
C Siswa
berhubungan atau berinteraksi langsung dengan bidang pelajaran yang sedang
dipelajari.
C Siswa
dapat memperoleh tanggapan langsung mengenai jawaban atas tes yang ia kerjakan.
Dengan demikian ia memperoleh kepuasan.
C Siswa
memperoleh kesempatan untuk memahami secara lebih mendalam bidang pelajarannya.
C Melalui
hasil tes diagnostik siswa dapat lebih memusatkan perhatian pada materi
pelajaran yang belum dikuasai, dan mengulang cepat hal-hal yang telah
dikuasainya.
C Siswa
memperoleh kesempatan untuk mendalami bidang pelajaran yang dipelajarinya tanpa
dibatasi, sehingga dapat belajar sampai batas kemampuannya mengizinkan.
Sedangkan keuntungan model pembelajaran individual
bagi guru adalah:
v
Guru dapat membebaskan diri dari menerangkan
keterampilan-keterampilan dasar yang sifatnya rutin.
v
Guru dapat menyediakan bahan pelajaran yang
lebih tepat bagi kebutuhan setiap siswa.
v
Guru dilengkapi dengan alat tes diagnostik
sehingga ia dapat mengenal kelebihan dan kelemahan setiap siswa.
v
Guru dapat menggunakan waktu bersama siswa yang
paling memerlukan bantuan.
v
Guru lebih banyak memperoleh kepuasan karena ia
dapat memberikan bantuan yang berguna.
v
Guru dapat bertindak bukan sebagai penceramah,
tetapi sebagai pembimbing (Miarso, 1984: 82-83)
Adapun kelemahan model pembelajaran individual ini
adalah:
Ø
Siswa harus mengeluarkan tambahan biaya untuk
paket belajar tertulis yang dibutuhkan.
Ø
Guru harus menyediakan media belajar berupa alat
peraga yang dibutuhkan
Pembahasan Materi
Persamaan Kuadrat
1.
Bentuk Umum Persamaan
Persamaan kuadrat adalah suatu persamaan yang
mempunyai bentuk umum: , dengan a, b, dan , dan . Pada persamaan kuadrat ini a adalah koefisien dari adalah koefisien dari x, dan c adalah konstanta
(suku tetap)
dimana a, b,
dan ,
a = 1, berarti disebut persamaan
kuadrat biasa
b = 0, berarti disebut persamaan
kuadrat murni
c =0, berarti disebut persamaan
kuadrat tidak lengkap
Contoh:
Tuliskan persamaan kuadrat kedalam bentuk umum
kemudian, tentukan nilai a, b, dan c.
Penyelesaian:
=
=
= kedua ruas ditambah 3x dan -8
= 0
Jadi, a = 6, b = 1,
c = -8
2.
Menyelesaikan Persamaan Kuadrat
Untuk menyelesaikan persamaan kuadrat tiga cara yang
sering digunakan, yaitu dengan cara memfaktorkan; dengan cara melengkapkan
bentuk kuadrat; dan dengan menggunakan rumus abc.
a. Menyelesaikan
Persamaan Kuadrat dengan Memfaktorkan
Untuk menyelesaikan persamaan kuadrat dengan
memfaktorkan dapat digunakan sebuah sifat yang berlaku pada sistem bilangan
real berikut.
Perkalian , dengan hanya dipenuhi oleh a
= 0 atau b = 0.
Contoh:
Tuliskan himpunan
penyelesaian persamaan dengan memfaktorkan
Penyelesaian:
= 0
= 0 difaktorkan (-3) x 4 = -12dan -3 +
4 = 1
= 0 atau
x =
3 atau
x = -4
Jadi,
himpunan penyelesaiannya adalah {-4, 3}
b. Menyelesaikan
Persamaan Kuadrat dengan Melengkapkan Bentuk Kuadrat
Kadang-kadang tidak begitu mudah untuk memfaktorkan
bentuk kuadrat x dalam beberapa keadaan, persamaan kuadrat dapat diselesaikan
dengan menyatakan bentuk.
, dengan , maka
atau
Contoh:
Tentukan himpunan penyelesaian persamaan kuadrat dengan Melengkapkan
bentuk kuadrat:
Penyelesaian:
= 0
= 0
=
=
=
=
=
atau
atau
Jadi, Himpunan penyelesaiannya adalah
c. Menyelesaikan
Persamaan Kuadrat dengan Menggunakan Rumus
Selain memfaktorkan dan Melengkapkan bentuk kuadrat, suatu
persamaan kuadrat dapat juga diselesaikan dengan menggunakan rumus. Rumus ini
diperoleh dengan cara menyelesaikan persamaan kuadrat dengan Melengkapkan
bentuk kuadrat, seperti terlihat pada persamaan berikut.
= 0
= -c
=
=
=
=
Jadi =
Contoh:
Tentukan himpunan penyelesaian persamaan kuadrat dengan cara
menggunakan rumus.
Penyelesaian:
Diketahui: a = 1,
b = -6, dan c = 8
Ditanyakan: Himpunan
penyelesaiannya= …..?
Dengan menggunakan rumus
=
=
=
=
=
=
= atau
= 4 atau
Jadi, Himpunan penyelesaiannya
adalah {4, 2}
3.
Jenis Akar-akar Persamaan Kuadrat
Pada bagian sebelumnya, telah diuraikan rums untuk
menyelesaikan persamaan kuadrat , yakni , dengan disebut diskriman D.
oleh karena itu, rumus penyelesaian persamaan kuadrat di atas dapat ditulis
sebagai , dengan . Dari rumus tersebut tampak bahwa akar-akar persamaan
kuadrat bergantung pada nilai D. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa:
Jenis akar-akar persamaan kuadrat , , dengan adalah sebagai
berikut:
Ø
D > 0 Persamaan kuadrat
mempunyai dua akar real yang nyata dan berlainan
Ø
D = 0 Persamaan kuadrat
mempunyai dua akar nyata dan sama (kembar)
Ø
D < 0 Persamaan kuadrat
mempunyai dua akar tidak nyata (imajiner)
Contoh:
Tanpa menyelesaikan persamaan kuadrat terlebih dahulu, tentukanlah jenis
akar-akar persamaan kuadrat dari
Penyelesaian:
diperoleh , dan
Karena , maka persamaan mempunyai dua akar
yang sama (kembar)
4.
Aplikasi Persamaan Kuadrat
Berbagai macam persoalan dalam kehidupan sehari-hari,
ataupun permasalahan dalam matematika sering menggunakan kuadrat sebagai alat
penyelesaiannya. Untuk itu kita harus dapat menerjemahkan permasalahan tersebut
ke dalam model matematika, khususnya dapat membentuk persamaan kuadrat.
Kemudian persamaan tersebut harus diselesaikan seperti yang telah diuraikan di
depan. Namun perlu diingat bahwa hasilnya perlu disesuaikan dengan ciri atau
karakter permasalahan tersebut.
Langkah-langkah penyelesaian:
a.
Nyatakan unsur dinyatakan dengan sebuah peubah
b.
Susunlah persamaan kuadrat
c.
Selesaikanlah
d.
Periksalah hasil penyelesaian tersebut sesuai dengan
ciri atau karakter permasalahan
Contoh:
Lebar sebuah persegi panjang 3 cm kurangnya terhadap panjangnya. Jika
luasnya cm2 , tentukanlah panjang dan lebarnya.
Penyelesaian:
Misalkan panjangnya p cm, maka lebarnya adalah
Luas = Panjang
=
=
= 0
= 0
= 7
atau
Jadi, panjangnya 7 cm dan lebarnya (7 – 3) cm atau 4 cm
tidak memenuhi, sebab p
> 0
5.
Jumlah dan Hasil Kali Akar-akar Persamaan
Kuadrat
Dari persamaan kuadrat kita dapatkan rumus abc sebagai berikut ekuivalen dengan atau
Dari kedua bentuk itu kita dapatkan
=
=
=
. = .
. =
. =
. =
. =
=
= atau
Contoh
Tanpa menyelesaikan persamaan, hitunglah jumlah, hasil kali, dan selisih
dari akar-akar persamaan kuadrat
Penyelesaian:
Dari bentuk baku
persamaan kuadrat, diperoleh koefisien-koefisien persamaan kuadrat, yaitu , , dan
Jumlah akar-akar:
Hasil kali
akar-akar:
Selisih
akar-akar:
=
=
=
=
6.
Menyusun Persamaan Kuadrat yang Mempunyai Ciri
Tertentu
a. Menyusun
persamaan kuadrat yang diketahui akar-akarnya
Jika dan adalah akar-akar
persamaan kuadrat diketahui, maka dapat disusun suatu persamaan kuadrat dengan:
Ø
Menggunakan persamaan (*) jika diketahui
akar-akarnya, atau
Ø
Menggunakan persamaan (**) jika diketahui jumlah dan hasil kali akar-akarnya
Contoh:
Susunlah persamaan kuadrat yang akar-akarnya 2 dan 3
Penyelesaian:
Misalkan dan
Dengan menggunakan persamaan (*) diperoleh
Dengan menggunakan persamaan (**) diperoleh
Sehingga
b. Menyusun
persamaan kuadrat yang akar-akarnya berhubungan dengan akar-akar persamaan
kuadrat lainnya.
Jika suatu persamaan kuadrat diketahui, maka kita
dapat menyusun persamaan kuadrat baru yang akar-akarnya saling berhubungan
dengan akar-akar persamaan kuadrat tersebut. Cara yang digunakan adalah seperti
yang telah dipelajari di depan, yaitu menggunakan sifat persamaan kuadrat
berikut:
(jumlah akar) x +
hasil kali akar = 0
Contoh:
Suatu persamaan kuadrat baru yang akar-akarnya tiga kali akar-akar-akar
persamaan
Penyelesaian:
Misalkan akar-akar persamaan kuadrat adalah dan , maka akar-akar persamaan kuadrat yang baru adalah dan
Jumlah akar =
=
=
=
3 .
= 15
Hasil kali akar =
=
=
= 90
Jadi persamaan kuadrat yang baru adalah
B. Hipotesis
Tindakan
Berdasarkan kerangka teoritis di atas, maka dapat dirumuskan
hipotesis tindakan penelitian adalah sebagai berikut:
“Bila model pembelajaran individual diterapkan dalam proses belajar
mengajar matematika, maka hasil belajar matematika siswa kelas X4
SMA Negeri 1 Kajang Bulukumba dapat ditingkatkan”
III. METODE
PENELITIAN
Pada bagian ini akan diuraikan secara singkat tentang setting penelitian,
pihak yang dilibatkan dalam penelitian ini, rancangan penelitian dan cara
pelaksanaan, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, analisis refleksi,
dan pembahasan evaluatif.
A. Setting
Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom
action research) yang berbasis kelas. Penelitian ini dilaksanakan di SMA
Negeri I Kajang siswa kelas X4 pada semester ganjil tahun ajaran
2007-2008. Siswa kelas X4 tersebut berjumlah 19 orang, dimana siswa
laki-laki berjumlah 8 orang dan siswa perempuan 11 orang.
B. Pihak
yang dilibatkan dalam penelitian
a.
Para guru pengajar
mata pelajaran matematika kelas X4
b.
Para siswa kelas X4
semester 1 tahun ajaran 2007/2008
C. Faktor
yang Diselidiki
a. Faktor
siswa, yaitu dengan melihat minat dan kesungguhan siswa dalam mengikuti setiap
siklus.
b. Faktor
guru, yaitu dengan melihat bagaimana pelajaran dipersiapkan serta interaksi
belajar mengajar dalam melaksanakan model pembelajaran individual.
c. Faktor
output, yaitu dengan melihat hasil belajar siswa baik sebelum perbaikan maupun
sesudah perbaikan.
D. Prosedur
Penelitian
1. Rancangan
Penelitian
Penelitian ini bersifat kaji tindak berbasis kelas,
tindakan berupa intervensi kegiatan melalui model pembelajaran individual untuk
meningkatkan hasil belajar siswa.
Tindakan dilakukan dalam dua siklus, yaitu siklus I
selama 2 minggu atau 4 kali pertemuan, dan siklus II juga 2 minggu atau 4 kali
pertemuan. Adapun rancangan penelitian yang akan digunakan mengikuti model Kemis & Mc Taggart (1988)
yang terdiri dari 4 komponen utama, yaitu (1) perencanaan, (2) tindakan,
(3) observasi, dan (4) refleksi.
Secara sederhana rancangan penelitian dapat dilihat pada gambar berikut:
|
||||||||||||||||||||||||||||
2. Pelaksanaan
Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan mengikuti
langkah-langkah berikut:
Gambaran Siklus I
a.
Tahap perencanaan
? Menelaah
kurikulum berbasis kompetensi SMA kelas X
? Membuat
lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi belajar mengajar di kelas
ketika model pembelajaran individual di terapkan
? Menyusun
alokasi waktu dengan memperhitungkan alokasi waktu yang tersedia dalam GBPP.
b.
Tahap pelaksanaan tindakan
@
Siswa diminta untuk mengerjakan soal latihan
yang terdapat pada LKS.
@
Guru mengamati dan mengoreksi hasil kerja siswa
secara perorangan untuk menghindari kesalahan siswa dalam mengerjakan soal
tersebut.
@
Siswa diminta untuk memperbaiki kembali hasil kerjanya
berdasarkan koreksi guru
c.
Tahap pemantauan dan evaluasi
Pemantauan dilakukan dengan tujuan untuk melihat
adanya peningkatan, semangat, motivasi, serta hasil belajar siswa. Pemantauan
siswa dari segi efektif dilakukan pada saatnya berlangsungnya proses belajar
mengajar. Data diambil dengan memperhatikan aktivitas, komentar, respon, serta
semangat siswa.
d.
Tahap refleksi
Pada dasarnya refleksi dilaksanakan pada setiap
selesai belajar mengajar dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki pelaksanaan
pengajaran berikutnya.
Gambaran Siklus II
a.
Tahap perencanaan
Perencanaan pada siklus ini berkaitan dengan hasil
yang didapatkan pada siklus I, yaitu:
Ø
Mengidentifikasi kelemahan-kelemahan yang ada
pada siklus I berdasarkan hasil refleksi.
Ø
Dari identifikasi tersebut, penulis membuat
catatan mengenai kesulitan yang dihadapi dalam mengerjakan soal latihan.
-
Minat siswa dalam mengerjakan LKS masih rendah
-
Siswa masih malu untuk bertanya mengenai kesulitan yang
dihadapi dalam mengerjakan soal latihan.
b.
Tahap pelaksanaan tindakan
Pelaksanaan tindakan yang dilakukan pada tahap ini
sesuai dengan perbaikan berdasarkan hasil refleksi pada siklus
I. Langkah-langkah
dilakukan relatif sama dengan pelaksanaan pada siklus
I. Namun ada beberapa perbaikan diantaranya:
-
Meningkatkan motivasi siswa dengan cara mendekati
setiap siswa yang kurang aktif
-
Menambah jumlah soal latihan
-
Memberikan pengayaan bagi siswa yang aktif dan mampu
mengerjakan soal.
c.
Tahap pemantauan dan evaluasi
Pada prinsipnya observasi yang dilakukan pada siklus
II ini hampir sama dengan siklus I, yaitu menggunakan pedoman observasi untuk
mengetahui perkembangan siswa, akan tetapi pada siklus II ini observasi yang
dilakukan lebih ditingkatkan dan diupayakan secara maksimal agar siswa lebih
berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.
Diantaranya semua siswa yang kurang aktif diperhatikan secara individu. Data
evaluasi diperoleh dari tes akhir yang diberikan pada akhir siklus II ini.
d.
Tahap refleksi
Mengadakan refleksi akhir dari semua tindakan yang
telah dilakukan dan selanjutnya penulis membuat kesimpulan mengenai model
pembelajaran individual.
E. Teknik
Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Data mengenai peningkatan penguasaan materi diambil
dari tes setiap akhir siklus. Tes setiap siklus dibuat oleh penulis bekerja
sama dengan guru mata pelajaran matematika.
2.
Data mengenai keaktifan siswa dalam mengikuti proses
belajar mengajar diambil melalui observasi selama proses pembelajaran.
F. Teknik
Analisis Data
Data yang telah terkumpul dianalisis dengan
menggunakan teknik analisis kuantitatif dan kualitatif. Untuk analisis
kuantitatif digunakan statistik deskriptif
yaitu rata-rata skor dan persentase, standar deviasi, tabel frekuensi
dan persentase nilai terendah dan nilai tertinggi yang dicapai siswa setiap
siklus atau ulangan harian sedangkan untuk analisis kuantitatif data yang
digunakan adalah kategorisasi. Data hasil tes yang dianalisis adalah skor hasil
belajar. Kriteria yang digunakan untuk menentukan kategori skor penguasaan
matematika adalah skala lima.
Adapun untuk keperluan analisis kuantitatif akan
digunakan teknik kategori standar yang diterapkan oleh Depdikbud (1993: 6),
sebagai berikut:
Ø
Tingkat penguasaan 85% - 100% dikategorikan
sangat baik
Ø
Tingkat penguasaan 65% - 84% dikategorikan baik
Ø
Tingkat penguasaan 55% - 64% dikategorikan
sedang
Ø
Tingkat penguasaan 35% - 54% dikategorikan
rendah
Ø
Tingkat penguasaan 0% - 34% dikategorikan sangat
rendah
G. Indikator
Keberhasilan
Yang menjadi kriteria keberhasilan tindakan ini
mengacu pada terjadinya peningkatan penguasaan, baik ditinjau dari hasil tes
setiap akhir siklus maupun dari segi keaktifan siswa dalam mengikuti
pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Any Jaya,
2003. Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Pemberian Kuis Pada
Siswa SLTP Negeri 1 Suli. Makassar UNM.
Busran, 1993.
Study Eksperimen Tentang Komentar Terhadap Tugas Terstruktur dalam Pengajaran
Persamaan Lingkaran di SMA Negeri 295 Barru. Skripsi FMIPA IKIP Ujung Pandang.
Depdikbud,
1993. Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama (SLTP). Jakarta:
Balai Pustaka.
Djaali, 1984.
Pengaruh Kebiasaan Belajar, Sikap, Kemampuan Dasar dan Proses Belajar
Mengajar Matematika Pada SMA di Kotamadya Ujung
Pandang. FPS IKIP Jakarta. Jakarta.
Djaali, 1987.
Pengaruh Kebiasaan Belajar, Motivasi Belajar, dan Kemampuan Dasar Prestasi
Belajar Matematika Pada SMP di Sulawesi Selatan di Luar Kotamadya Ujung Pandang. Penelitian
Tahap Kedua, Laporan Penelitian. FMIPA IKIP Ujung Pandang. Ujung Pandang.
Hudoyo,
Herman, 1990. Strategi Belajar Mengajar Matematika. IKIP Malang. Malang.
Hudoyo,
Herman, 1979. Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di Depan
Kelas. PT. Usaha Nasional. Surabaya.
Mhiarso,
1984. Teknologi Komunikasi Pendidikan, Pengertian dan Penerapannya di
Indonesia. Pustekom Dikbud dan CV Rajawali. Jakarta
Nurdin, H.
Syafruddin. 2005. Model Pembelajaran yang Memperhatikan Keragaman Individu
Siswa dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi. Cetakan Pertama. PT Ciputat
Press.
Nurhafidah,
2004. Perbandingan Hasil Belajar Siswa yang Diberikan Tugas dengan Umpan Balik
Secara Individual dan Klasikal Pada Siswa Kelas II MTs. Cambajawa Kecamatan
Bontonompo Kabupaten Gowa. Skripsi. Unismuh Makassar. Makassar.
Siswan, 2004.
Deskripsi Keterkaitan Nilai-nilai Formal Matematika dengan Budaya Bugis. Makassar: UNM
Slameto, 1987. Belajar
dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya Cetakan pertama. Bina Aksara.
Jakarta.
Spears, 1955.
Principle of Teaching. New
York: Prentice Hall.
Sripuniati,
2003. Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Penggunaan Model
Pembelajaran Individual Pada Siswa Kelas I2 SMU Negeri Model 3 Makassar. Skripsi. FMIPA UNM Makassar.
Sudjana,
Nana, 1991.CBSA dalam PBM. Bandung: IKIP.
Suherman,
Erman, dkk. 2000. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer JICA
Universitas Pendidikan Indonesia
(UPI). Bandung
Edisi Revisi
Yusrina,
2004. Pengaruh Penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) Terhadap Prestasi Belajar
Matematika Siswa Kelas I SMA Negeri I Kajang Kabupaten Bulukumba. Makassar. Unismuh Makassar
Winkel. W.S,
1984. Psikologi Pengajaran. Jakarta:
PT Gramedia.